About me

Foto Saya
Firda Mustikawati
Mahasiswa Pendidikan bahasa dan sastra indonesia di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta
Lihat profil lengkapku
Feeds RSS
Feeds RSS

Rabu, 16 Juni 2010

IMPLIKATUR, PRAANGGAPAN DAN INFERENSI DALAM KOLOM NUWUN SEWU SOLOPOS


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1993: 1). Leech (1993: 8) juga mengartikan pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situasions). http://lisadypragmatik.blogspot.com/2007/07/pragmatik-oleh-sidon.html.
Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang berwujud tuturan. Menurut Cruse (dalam Louise Cummings, 2007:3) pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut [penekanan ditambahkan]. Dalam tulisan Tri Sulistyaningtyas, Yule (1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (a) bidang yang mengkaji makna pembicara; (b) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (c) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasi-kan oleh pembicara; (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Bahasa merupakan alat pertukaran informasi, namun kadang kala informasi yang dituturkan olah komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu setiap manusia harus dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut. Kegiatan semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik dalam kajian ilmu pragmatik juga dibahas tentang implikatur. Bahkan implikatur disebut-sebut sebagai penemuan yang mengagumkan dan mengesankan dalam kajian ilmu pragmatik. Hal ini patut dinilai kebenarannya karena pada penggunaan bahasa di kehidupan sehari-hari sering terjadi salah paham (misunderstanding) yang menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah ujaran tidak tersampaikan dengan baik. Masalah–masalah seperti ini adalah kajian pragmatik yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Dapat kita ketahui berapa banyak macam penggunaan bahasa yang bersifat implikatif seperti iklan, kolom-kolom di surat kabar, SMS, tindak tutur dalam telepon, bahkan tindak tutur yang terjadi secara langsung antara dua orang. Untuk memahami bentuk-bentuk bahasa yang implikatif perlu adanya pengajian dan analisis yang mendalam. Selain itu, dalam mengaji dan menganalisis memerlukan kepekaan dengan konteks yang melingkupi peristiwa kebahasaan itu.
Solopos adalah salah satu surat kabar yang menempatkan diri sebagai koran daerah yang terbit di daerah yaitu sekitar Solo. Pasalnya koran ini ingin menjadi besar di daerah bersama dengan kian meningkatnya dinamika masyarakat Surakarta yang bakal menjadi kota internasional.
Nuwun Sewu adalah salah satu judul kolom dalam surat kabar Solopos. Bahasa yang digunakan di kolom ini bersifat implikatif sehingga dapat menjadi sebuah kajian yang menarik. Implikasi pada bahasa kolom ini menyebabkan efek tertentu bagi khalayak yang membacanya. Kolom ini lebih menekankan bahasa yang menyatakan sindiran pada pihak-pihak tertentu. Sindiran ini tidak disampaikan langsung namun disampaikan secara tersirat. Untuk memahami implikatur pada kolom ini pembaca juga harus memahami konteks yang menyertainya. Humor juga ditekankan pada penggunaan bahasa di kolom ini. Sindiran-sindiran yang digunakan pada kolom ini seringkali menjadi sebuah hal yang lucu. Tulisan ini akan membahas tentang implikasi-implikasi berdasarkan konteksnya yang terdapat pada kolom Nuwun Sewu surat kabar Solopos. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 21, 24, 25, dan 27 Mei 2010.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:
1. Bagaimana implikatur dalam kolom Nuwun Sewu Solopos?
2. Bagaimana praanggapan dalam kolom Nuwun Sewu Solopos?
3. Bagaimana inferensi dalam kolom Nuwun Sewu Solopos?
BAB II
KAJIAN TEORI

A. PENGERTIAN IMPLIKATUR
Konsep tentang implikatur pertama kali dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan teori semantik biasa. Suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep implikatur percakapan. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran. Dapat didefinisikan bahwa implikatur adalah maksud yang tersirat dalam sebuah ujaran. Kadang kala suatu ujaran sulit mendapat pengertian karena menyembunyikan suatu maksud tertentu. Levinson (dalam Rani dkk, 2006:173) mengemukakan ada empat kegunaan konsep implikatur, yaitu:
1. Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.
2. Dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
3. Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.
4. Dapat memBerikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).
Penggunaan implikatur dalam berbahasa bukan berarti sebuah ketidaksengajaan atau tidak memiliki fungsi tertentu. Penggunaan implikatur dalam berbahasa mempunyai pertimbangan seperti untuk memperhalus tuturan, menjaga etika kesopanan, menyindir dengan halus (tak langsung), dan menjaga agar tdak menyinggung perasaan secara langsung. Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Dalam hubungan timbal balik di konteks budaya kita, penggunaan implikatur terasa lebih sopan, misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi nasihat, menegur dan lain-lain. Tindak tutur yang melibatkan emosi mitra tutur pada umumnya lebih diterima jika disampaikan dengan implikatur.
Kemampuan untuk memahami implikatur dalam sebuah tuturan tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam bahasanya.

B. PRAANGGAPAN ATAU PRESUPOSISI
Prsuposisi atau praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang lawan bicara atau yang dibicarakan. Selain definisi tersebut beberapa definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah: Levinson (dalam Nababan, 19887: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna.
Louise Cummings (1999: 42) mwnyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987: 46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.

C. INFERENSI
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).


D. HAKIKAT KONTEKS

Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan bahkan wacana. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana.
1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik.
2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana.
3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=164:pbin-4216-wacana-bahasa-indonesia&catid=30:fkip&Itemid=75.
BAB III
PEMBAHASAN

Solopos adalah salah satu surat kabar yang menempatkan diri sebagai koran daerah yang terbit di daerah yaitu sekitar Solo. Pasalnya koran ini ingin menjadi besar di daerah bersama dengan kian meningkatnya dinamika masyarakat Surakarta yang bakal menjadi kota internasional.
Nuwun Sewu merupakan salah satu kolom dalam surat kabat Solopos (SP). Nuwun Sewu dalam surat kabar lain, sering disebut dengan wacana pojok, karena biasanya terdapat di pojok dalam sebuah surat kabar. Di Harian Kompas dan Kedaulatan Rakyat menggunakan istilah Pojok. Di Jawa Pos menggunakan istilah Mr. Pecut dan di Suara Merdeka menggunakan istilah Semarangan. Kolom Nuwun Sewu terdiri dari nama kolom, dan inti wacana. Wacana pojok disusun oleh redaktur surat kabar untuk menanggapi, berita-berita yang pernah tampil di medianya dengan singkat dan bergaya ironi.
Nama kolom ini juga mempunyai implikatur yakni pada penggunaan kata Nuwun Sewu. “Nuwun Sewu” berasal dari bahasa Jawa yang mengandung arti dalam bahasa Indonesia adalah “Minta Maaf”. Digunakan kata “Minta Maaf” dalam penamaan kolom tersebut alasannya karena pada kolom pojok ini lebih menekankan bahasa yang menyatakan sindiran yang menyakitkan pada pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya kolom Nuwun Sewu ini sebagai istilah permohonan maaf bagi pihak–pihak yang merasa tersindir dengan bahasa di kolom pojok tersebut yang mengandung sindiran atau sentilan.
Situasi berisi tentang kejadian nyata atau opini yang diambil dari sebuah berita yang sebelumnya dimuat di dalam surat kabar tersebut. Sentilan merupakan komentar atas kejadian atau opini dalam inti wacana. Komentar-komentar tersebut bisa berupa sanggahan, sindiran, kritikan, masukan, saran, ejekan dan lain-lain. Komentar-komentar tersebut sering menggunakan kata-kata pedas yang disajikan secara singkat dan implisit. Komentar-komentar dalam kolom Nuwun Sewu atau dalam wacana pojok pada umumnya cenderung memihak rakyat. Komentar-komentar tersebut mempunyai implikatur-implikatur yang dapat dipahami dengan mengaitkannya dengan konteks yang ada. Ada pun contoh-contoh implikatur dalam kolom Nuwun Sewu adalah sebagai berikut:


1. Polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
Mencari kesalahan memang lebih gampang daripada mencari kebenaran.
(SP, 21 Mei 2010)

Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008. Situasi diatas menunjukkan kecurigaan Polisi terhadap Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat. kemudian wacana diatas ditegaskan dengan implikatur seperti pada kalimat “mencari kesalahn memang lebih gampang daripada mencari kebenaran”. Artinya polisi belum mendapatkan bukti atas dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat yang dilakukan Susno tapi polisi langsung menuduh Susno sebagai tersangka.
• Praanggapan
polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
• Implikatur
1) Polisi dengan mudah munuduh Susno yang belum terbukti kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
2) Polisi sebaiknya mencari bukti yang kuat sebelum menuduh Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
• Inferensi
Polisi belum mendapatkan bukti atas dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat yang dilakukan Susno tapi polisi langsung menuduh Susno sebagai tersangka.


2. Pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo ditarget naik 3 hingga 4 kali lipat.
Hewannya bakal gemuk-gemuk nih?
(SP, 21 Mei 2010)

Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa dengan terbentuknya perusahaan daerah (Perusda), Walikota Solo, Joko Widodo mengharapka pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS) dapat naik tiga hingga empat kali lipat. Dalam masalah ini muncul sentilan “Hewannya bakal gemuk-gemuk nih?”. Sentilan tersebut mempunyai implikatur berupa sindiran dan anggapan bahwa pendapatan (TSTJS) yang ditarget naik tiga sampai empat kali lipat itu bisa menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam Perusda tersebut.
• Praanggapan
Dengan terbentuknya perusahaan daerah (perusda), Walikota Solo, Joko Widodo mengharapkan pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS) dapat naik tiga hingga empat kali lipat.
• Implikatur
1) Naiknya harga tiket masuk Taman Satwa Taru Jurug sangat tinggi.
2) Pihak yang terlibat dalam Perusda bisa jadi kaya karena pandapatan TSTJS naik.
3) Pendapatan (TSTJS) yang ditarget naik tiga sampai empat kali lipat itu bisa menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam Perusda tersebut.
• Inferensi
Dalam pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS) yang ditarget dapat naik tiga hingga empat kali lipat bisa memberi banyak keuntungan pada semua pihak yang terlibat dalam Perusda.

3. Pengunduran diri Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal bukan karena sakit hati.
Justru mundur karena hatinya sehat.
(SP, 24 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa mundurnya Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bukan karena sakit hati tidak terpilihnya Anggito Abimanyu sebagai wakil Menteri Keuangan. Situasi dalam wacana di atas mendapat penguatan dari pengelola “Nuwun Sewu” yakni “Justru mundur karena hatinya sehat”. Penguatan wacana di atas mempunyai implikatur bahwa Anggito Abimanyu mundur karena dia ingin pulang ke Yogyakarta, ingin mengabdi ke institusi yang membesarkannya selama ini dengan kembali pada almamaternya di UGM. Akan tetapi, munculnya kalimat “Justru mundur karena hatinya sehat” juga bisa menjadi implikatur sindiran dari pengelola “Nuwun Sewu” yakni mundurnya Anggito Abimanyu dari kepala (BKF) itu adalah keputusan yang tepat. Anggito Abimanyu sebelumnya mengungkapkan kekecewaannya kepada lingkungan istana karena tidak ada konfirmasi dan pemberitahuan kepada dirinya soal pembatalan dirinya menjadi Wakil Menteri Keuangan. Padahal Anggito sudah menandatangani pakta integritas dan kontrak kinerja soal penunjukkannya sebagai Wakil Menteri Keuangan.
• Praanggapan
Mundurnya Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bukan karena sakit hati tidak terpilihnya Anggito Abimanyu sebagai wakil Menteri Keuangan.
• Implikatur
1) Anggito mengundurkan diri karena ingin mengabdi ke institusi yang membesarkannya selama ini dengan kembali pada almamaternya di UGM.
2) Mundurnya Anggito adalah keputusan yang tepat.
3) Anggito abimanyu sudah lama ingin mengundurkan diri.
• Inferensi
Anggito abimanyu sudah lama ingin mengundurkan diri. Anggito mengundurkan diri karena ingin mengabdi ke institusi yang membesarkannya selama ini dengan kembali pada almamaternya di UGM.

4. Sidak, Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli di Terminal Tirtonadi.
Percuma kalau ditemukan tapi tidak ditindaklanjuti.
(SP, 24 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli atau pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak). Implikatur sindiran yang terdapat pada wacana di atas yaitu mengharapkan kasus aksi pungli ini jangan hanya didiamkan saja atau hanya sekedar tahu bahwa ada aksi pungli di Terrminal Tirtonadi. Akan tetapi harapannya bisa ditindaklanjuti dengan pengamanan ketat dari Komisi III terkait aksi Pungli tersebut.
• Praanggapan
Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli atau pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
• Implikatur
1) Masyarakat mengharapkan agar Komisi III DPRD Kota Solo menindaklanjuti kejadian aksi pungli di Terminal Tirtonadi.
2) Komisi III DPRD Kota Solo seharusnya melakukan pengamanan ketat terkait aksi pungli.
3) Seharusnya Komisi III DPRD Kota Solo bersikap tegas kepada tersangka aksi pungli di Terminal Tirtonadi.
• Inferensi
Mengharapkan kasus aksi pungli ini jangan hanya didiamkan saja atau hanya sekedar tahu bahwa ada aksi pungli di Terrminal Tirtonadi. Akan tetapi harapannya bisa ditindaklanjuti dengan pengamanan ketat dari Komisi III DPRD Kota Solo terkait aksi Pungli tersebut.

5. Kemenangan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru pemimpin muda.
Sayangnya masih banyak yang tua-tua keladi.
(SP, 25 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa kemenangan Anas yang baru berusia 41 tahun sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru pemimpin muda. Artinya keberhasilam Anas akan mendorong lahirnya pemimpin muda di partai lain. Akan tetapi implikatur wacana diatas adalah menyayangkan bahwa masih banyak pemimpin dari partai lain yang usianya jauh di atas Anas. Seperti; Ketum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie saat ini berusia 64 tahun, PDIP Megawati (63), Ketum PAN Hatta Rajasa (57), Ketum PPP Suryadharma Ali (54), Ketum Partai Hanura Wiranto (63) dan Ketum Partai Gerindra Prabowo (51). Sedangkan Pjs Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq berusia 49 tahun.

• Praanggapan
Kemenangan Anas yang baru berusia 41 tahun sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru pemimpin muda.
• Implikatur
1) Masih banyak orang tua, tapi yang terpilih pemimpin muda.
2) Masih banyak pemimpin dari partai lain yang usianya jauh di atas Anas.
3) Kemenangan Anas akan mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin muda.
• Inferensi
Kemenangan Anas adalah keberhasilannya meruntuhkan hegemoni elite partai politik dan akan mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin muda di partai lain.


6. Serangan hama wereng cokelat di Klaten menjadi perhatian pemerintah pusat.
Di pusat juga banyak “wereng cokelat”.
(SP, 25 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa serangan hama wereng cokelat yang mengganas di Kabupaten Klaten dan di wilayah tetangga menjadi perhatian pemerintah pusat. Implikatur sentilan di atas menyatakan bahwa bukan hanya di desa saja yang terdapat wereng cokelat. Wereng di sini sebagai istilah sindiran kepada pihak-pihak yang berada di pemerintah pusat. Dalam kamus KBBI wereng adalah binatang kecil yang sering merusak tanaman padi dan merugikan para petani. Kaitannya dengan implikatur di atas yang menyatakan di pusat juga banyak wereng coklat dalam tanda kutip adalah munculnya anggapan tentang kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang sering merugikan rakyat.
• Praanggapan
Serangan hama wereng cokelat yang mengganas di Kabupaten Klaten dan di wilayah tetangga menjadi perhatian pemerintah pusat.
• Implikatur
1) Wereng di sini sebagai istilah sindiran kepada pihak-pihak yang berada di pemerintah pusat.
2) Di pusat juga banyak wereng coklat dalam tanda kutip adalah munculnya anggapan tentang kasus korupsi.
• Inferensi
Wereng cokelat adalah binatang kecil yang sering merusak tanaman padi dan merugikan para petani di desa. Di pusat juga banyak wereng coklat dalam tanda kutip adalah munculnya anggapan tentang kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang sering merugikan rakyat.

7. Gubernur Jateng Bibit Waluyo meminta kepada 26 Bupati agar mengoptimalkan tanaman tebu.
Tebu sekarang belum tentu manis lho.
(SP, 27 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa Gubernur Jateng Bibit Waluyo meminta kepada 26 Bupati agar mendayagunakan tanaman tebu secara optimal. Imlikatur pada wacana di atas yang dibuat oleh redaktur Nuwun Sewu seperti menyindir gubernur yang meminta untuk mengoptimalkan tanaman tebu di kabupaten masing-masing. Seperti pada kalimat “tebu sekarang belum tentu manis lho”. Tebu disini untuk menyebutkan Bibit Waluyo supaya jangan hanya meminta bupati saja untuk mengoptimalkan tanaman tebu akan tetapi sebagai Gubernur juga supaya mendampingi, mengawal, dan memfasilitasi para petani tebu dalam mengoptimalkan kinerja tim teknis akselerasi peningkatan produksi tebu kabupaten.
• Praanggapan
Gubernur Jateng Bibit Waluyo meminta kepada 26 Bupati agar mendayagunakan tanaman tebu secara optimal.
• Implikatur
1) Gubernur harus mendampingi para bupati dalam mengoptimalkan tanaman tebu.
• Inferensi
Gubernur seharusnya jangan hanya meminta bupati saja untuk mengoptimalkan tanaman tebu akan tetapi sebagai Gubernur juga supaya mengoptimalkan kinerja tim teknis akselerasi peningkatan produksi tebu kabupaten dalam mendampingi, mengawal, dan memfasilitasi para petani tebu.


8. Ingin membokar kasus suap di tubuh Polri, Susno Duadji malah jadi tersangka korupsi.
Buaya kok mau melawan Godzilla.
(SP, 27 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. Susno Duadji, S.H., M.Sc yang mempunyai harapan ingin membokar kasus suap di tubuh Polri ternyata malah menjadi tersangka korupsi. Implikatur sindiran pada wacana diatas diungkapkan pada munculnya kalimat “buaya kok mau melawan godzila” maksud dari kalimat tersebut menyatakan bahwa Susno seorang diri yang menginginkan membongkar kasus suap di tubuh Polri yang begitu banyak. Akhirnya malah Susno sendiri yang menjadi tersangka korupsi. Selain itu juga sikap Susno yang tidak bertanggung jawab atas apa yang ingin dilakukannya seperti ingin membokar kasus suap di tubuh Polri tapi malah Susno yang menjadi tersangka korupsi.
• Praanggapan
Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. Susno Duadji, S.H., M.Sc yang mempunyai harapan ingin membokar kasus suap di tubuh Polri ternyata malah menjadi tersangka korupsi.
• Implikatur
1) Susno tidak konsekuen dengan tindakannya yang ingin membongkar kasus suap di Polri.
2) Keberanian Susno yang ingin membokar kasus suap di tubuh Polri malah menjadi musibah pada Susno yang menjadi tersangka korupsi.
• Inferensi
Sikap Susno yang tidak bertanggung jawab atas apa yang ingin dilakukannya seperti ingin membokar kasus suap di tubuh Polri tapi malah Susno yang menjadi tersangka korupsi.








.







BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur dalam kajian Pragmatik merupakan suatu hal yang sangat penting karena pada kehidupan sehari-hari kita sering menemukan fenomena kebahasan yang mengandung implikatur. Wacana Pojok dalam hal ini Nuwun Sewu menggunakan implikatur sebagai sarana untuk menyindir, menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lain-lain kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi objek implikatur mengerti dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya. Nuwun Sewu memakai implikatur dengan aplikasi konteks sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pemakaian implikatur dalam wacana ini juga dapat menjadi sebuah dasar jika sindiran, kritikan, bahkan makian tidak selalu disampaikan secara langsung dan transparan.


DAFTAR PUSTAKA

http://edisicetak.solopos.com/zindex_menu.asp?kodehalaman=206&id=70183.
http://lisadypragmatik.blogspot.com/2007/07/pragmatik-oleh-sidon.html.
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=164:pbin-4216-wacana-bahasa-indonesia&catid=30:fkip&Itemid=75.
Louise, Cummings. 2007. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahadi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.

4 komentar:

Unknown mengatakan...

semoga sukses ya nduk,,,:D:D

Firda Mustikawati mengatakan...

Amin,,,doanya ya den :D:D

aan diang mengatakan...

ternyata blogmu firda...aku lagi cari tau soal praanggapan hohoho acih yaaa

Firda Mustikawati mengatakan...

hohooho, sama-sama Aan. Moga bermanfaat untukmu. Ayo, segera pendadaran skripsi hehhe

Posting Komentar