About me

Foto Saya
Firda Mustikawati
Mahasiswa Pendidikan bahasa dan sastra indonesia di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta
Lihat profil lengkapku
Feeds RSS
Feeds RSS

Minggu, 26 Desember 2010

SOSIOKULTURAL NOVEL DADAISME KARYA DEWI SARTIKA SEBUAH KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

  1. PENDAHULUAN

Novel sebagai hasil rekaan kretif pengarang merupakan bagian kehidupan masyarakat (Sumardjo, 1982) sebagai hasil rekaan kretif pengarang, novel menampilkan gambaran kehidupan. Pengertian kehidupan ini mencakup persoalan kemasyarakatan, yaitu: hubungan antara manusia dengan manusia, hubungan antara manusia dengan alam lingkungan, hubungan antara manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dengan demikian novel lahir dari jaringan kemasyarakatan.

Kekuasaan politik dan lembaga agama kini goyah digantikan dominasi kekuasaan kapitalisme global yang menemukan bentuknya dalam media dan hiburan. Sebagian sisi yang lain mengalihkan pandangan pada masa lalu, memungut kembali simbol-simbol kultural, mendekonstruksi, dan menciptakan pemahaman kembali. Pengaruh yang besar dari perubahan paradigma dunia itu terlihat dengan sangat jelas dalam salah satu karya sastra yang muncul dalam kesusastraan mutakhir adalah novel Dadaisme karya Dewi Sartika yang memenangkan hadiah pertama pada Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta 2003.

Maman S. Mahayana menganggap bahwa dalam perjalanan novel Indonesia, inilah salah satu novel yang “melampaui” karya-karya sebelumnya. Dadaisme memperlihatkan bahwa penulis novel memerlukan tidak hanya kecerdasan mengungkapkan imajinasi, tetapi juga keluasan wawasan dan kecerdikan mengolah teknik bercerita. Budi Darma melihat, “Kekacauan tokoh dan peristiwa-perselingkuhan, anak-anak haram yang tidak normal, dan poligami dalam novel pada hakikatnya merupakan gambaran manusia masa kini, masa di mana masing-masing orang sibuk menghadapi berbagai masalah tanpa sempat mendalami masing-masing masalah”. Kehidupan manusia sekarang dengan demikian serba fragmentaris, serba sepotong-sepotong. Di sinilah justru kekuatan gaya penceritaan novel ini. Novel yang membentangkan serpihan-serpihan kritik atas kultur etnik, perselingkuhan, halusinasi, dunia surealis, dan peristiwa tragis ini menurut dewan juri pantas tampil sebagai pemenang (Dadaisme, 2004).

Sebagai pemenang lomba, novel Dadaisme ini dapat dianggap sebagai karya besar yang berhak diberi perhatian, dan Strukturalisme-Genetik Goldmann dipandang sebagai teori yang tepat untuk memahaminya. Menurut Goldmann (Damono, 1978: 45) karya yang besar dan sahih adalah karya yang mempunyai struktur yang terpadu, mempunyai kepaduan internal sebagai akibat dari ketepatan pandangan dunia yang ditangkap dan diekspresikan pengarangnya.

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI SALAH SATU METODE PENGKAJIAN SASTRA

Dalam wacana studi sastra, sosiologi sastra sering kali didefinisikan sebagai salah satu pendekatan dalam kajian sastra yang memahami dan menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial) (Damono, 1979: 1). Sosiologi sastra ini berangkat dari teorimimesis Plato, yang menganggap sastra sebagai tiruan dari kenyataan (Wiyatmi, 2008: 20). Swingewood (1972) menguraikan bahwa sosiologi merupakan studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses social. Baik sosiologi maupun sastra memiliki objek kajian yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, memahami hubungan-hubungan tersebut di dalam masyarakat. Bedanya, kalau sosiologi melakukan telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial, mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada maka sastra menyusup, menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya, melakukan telaah secara subjektif dan personal (Damono, 1979).

Wellek dan Warren membagi sosiologi sastra menjadi tiga tipe, yaitu sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status dan ideologi sosial yang menyangkut diri pengarang, sosiologi karya sastra yang mengkaji karya sastra itu sendiri,  sosiologi pembaca yang memfokuskan perhatian kepada hubungan antara karya sastra dengan pembaca.

Sementara itu, Junus (1986) membedakan sejumlah pendekatan sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra sebagai dokumen sosial, mengkaji penerimaan masyarakat terhadap karya sastra penulis tertentu dan apa sebabnya, mengkaji pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya sastra , mengkaji mekanisme universal seni, termasuk karya sastra, mengkaji penghasilan dan pemasaran karya sastra, strukturalisme genetic yang dikembangkan oleh Lucia Goldmann.

STRUKTURALISME GENETIK

Keberadaan sebuah novel yang lahir di tengah-tengah masyarakat yang berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu menjadikan novel tersebut diletakkan sebagai dokumen sosio budaya. Hal ini mengandung implikasi bahwa sastra sebagai lembaga sosil menyuarakan pandangan dunia pengarangnya. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi, dan perasaan yang dapat mempersatukan kelompok sosial masyarakat.

Strukturalisme genetik menganggap karya sastra sebagai homologi atau struktur karya sastra, struktur unsur kultur lainnya yang berkaitan dengan mental atau struktur sikap suatu kelas sosial tertentu yang dimiliki juga oleh pengarang (Damono, 1979: 45) dan penyesuaian struktur sosial. Penyesuaian struktur novel dengan struktur sosial itu menurut Faruk (1981: 85) dikarenakan struktur internal novel yang dikembangkan oleh Goldmann dibedakan menjadi tiga ciri utama, yaitu: pertama novel yang hero problematik, yang menunjukkan adanya perjuangan tokoh di dalam mempertahankan nilai-nilai otentik di dalam dunianya yang terdegradasi. Nilai-nilai otentik di sini lebih bersifat merujuk pada nilai yang kebenarannya diakui dan diperjuangkan oleh subjek transindividual atau kelompok social tempat pengarang tersebut hidup. Sedangkan nilai-nilai yang berlaku di dalam kelompok tersebut semakin kabur, semakin tak jelas dan hendak digantikan dengan nilai-nilai yang baru.

Penyebab utama lahirnya sebuah novel adalah pencipta, yaitu si pengarang. Oleh karena itu, penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang sangat membantu menganalisis sebuah novel. Unsur biografi dipakai untuk mencari informasi sekitar kepengarangan yang berkaitan dengan pandangan dunia pengarang. Dengan informasi tersebut memudahkan untuk interpretasi novel.

Dalam kehidupan sehari-hari sastrawan berinteraksi sosial dan budaya dengan lingkungannya. Selama sastrawan itu merasa bagian dari masyarakat tertentu, selama itu juga ia terikat oleh aturan budaya tertentu pula.

Kebudayaan yang ada dalam novel antara kondisi sosial dan kondisi budaya dalam suatu masyarakat tidak jauh berbeda. Keduanya saling terikat dan saling mempengaruhi. Kondisi kebudayaan itu ditentukan oleh kehidupan social, begitu juga dengan adanya perilaku sosial karena manusia itu berbudaya.

SINOPSIS NOVEL DADAISME

Di dalam cerita Dadaisme terpenggal menjadi beberapa episode. Bila dibaca secara berurutan tampak tidak saling berhubungan antara episode pertama dengan episode kedua dan episode selanjutnya.

Novel ini menceritakan tentang seorang gadis kecil yang tinggal di sebuah kota yang meriah dan menyembunyikan kesuraman yang tidak dapat melukis langit dengan warna biru. Seorang gadis yang selalu diam dan hanya berbicara pada Michail yang hitam, malaikat kecil bersayap sebelah yang selalu muncul menemaninya. Ada gambaran yang kontras antara metropolis yang ramai dan meriah dengan keredupan kehidupan Nedena, anak perempuan sepuluh tahunan yang dianggap gila oleh bibi yang mengasuhnya, dan mendapat penanganan ahli jiwa, Aleda sebagai teks konkritnya.

Nedena dilahirkan dari rahim seorang ibu yang bernama Yusna. Sosok Nedena sendiri dapat dilihat sebagai transformasi diri Yusna yang terpaksa merantau, terputus hubungan dengan keluarga yang tidak mau menerimanya lagi karena pelanggaran moral yang juga berarti pelanggaran adat dan agama. Bagi Yusna, Nedena adalah bentuk konkrit dari dosa yang sudah dilakukan sehingga muncul kemenduaan perasaan terhadap anaknya itu, rasa kasihan dan benci sekaligus. Penundaan terhadap keinginan Nedena untuk memiliki mainan berwarna biru adalah efek dari perasaan demikian yang membuat Nedena akhirnya bermain dengan warna biru api.

Melalui novelnya yang beerjudul Dadaisme ini, Dewi Sartika memunculkan pandangan dunia tragik, pengalaman manusia postmodern yang kehilangan pegangan dan mencari pegangan dalam mengatasi masalah yang muncul dalam kehidupan metropolis sebuah wilayah rantau. Dewi menganggap budaya Minangkabau yang dilandasi prinsip kemenduaan dapat membangun harmoni. Tetapi dalam novelnya yang berjudul Dadaisme ini, Dewi menceritakan tentang prinsip kemenduaan yang tidak harmoni.          KODE BUDAYA PADA DADAISMENYA DEWI

“Sebut saja kota ini sebagai Metropolis---dan ada banyak alasan kenapa tidak pernah bisa disebutkan namanya---sebuah kota yang bila disamakan layaknya kota-kota di belahan bumi, di manapun berada. Penuh dengan gedung-gedung besar, jalan layang membelah langit, mulusnya aspal yang berkilat disiram cahaya matahari.”(Dadaisme, 2004: 1).

           

Kutipan di atas merupakan alinea yang mengawali cerita. Metropolis yang tidak perlu dirujuk pada suatu ruang nyata, referensi yang jelas. Bila dilihat dari kode budayanya, “metropolis” mengindikasikan wilayah rantau, nama yang tidak perlu merujuk ke suatu wilayah konkrit, tempat segala kegamangan dan ketidakpastian, harapan dan sekaligus kebebasan dapat diperoleh. Nedena berada di wilayah rantau. Tinggal sendiri di wilayah rantau tersebut karena dia telah membunuh ibunya.

TOKOH NEDENA

Sosok Nedena sendiri dapat dilihat sebagai transformasi diri Yusna yang terpaksa merantau, terputus hubungan dengan keluarga yang tidak mau menerimanya lagi karena pelanggaran moral yang juga berarti pelanggaran adat dan agama. Bagi Yusna, Nedena adalah bentuk konkrit dari dosa yang sudah dilakukan sehingga muncul kemenduaan perasaan terhadap anaknya itu, rasa kasihan dan benci sekaligus. Penundaan terhadap keinginan Nedena untuk memiliki mainan berwarna biru adalah efek dari perasaan demikian yang membuat Nedena akhirnya bermain dengan warna biru api.

Sosok Mama bagi Nedena bukan tempat berlindung, dia takut melakukan apa yang dia sukai di depan Mama, kalau-kalau Mama marah. Rasa berdosa yang dirasakan Yusna sama seperti yang dialami Nedena. Yang membedakannya hanya bila Yusna memiliki Nedena secara konkrit, sedangkan Nedena menghadirkan tokoh imajiner, sesosok malaikat yang kontras dengan gambaran umum, berwarna hitam dan hanya memiliki sebelah sayap, wujud dari dirinya sendiri yang tidak lagi dapat dipandangnya suci.

“Malaikat itu sebenarnya baik, dia hanya ingin membunuh iblis tersebut, tapi ia lupa bahwa malaikat tidak boleh membunuh, Darah iblis itu kotor dan tak boleh menyentuh kemurnian, dan malaikat itu adalah makhluk murni yang tak boleh terkotori oleh darah iblis.”(Dadaisme, 2004: 25). 

Rasa ketidaksempurnaan diri dan rasa bersalah terlihat pada kutipan di bawah ini:

“Apakah dia tidak bisa melihat surga?”

Michail menggeleng dan lagi-lagi mata itu berubah menjadi ungu.

“Michail, aku juga mungkin tidak bisa melihat surga

“Kenapa kau berkata seperti itu?”

“Surga tempat manusia-manusia yang baik kan? Surga hanya untuk tempat anak-anak yang manis dan selalu menurut perintah orangtuanya, surga juga tempat anak manis yang mau belajar dan jadi anak baik.”(Dadaisme, 2004: 25-26).

 

Nedena merasa dirinya bukan anak baik, ada kesalahan yang dilakukan entah apa, yang tidak mampu dihilangkannya, yang diatasinya dengan kelupaan.  Hal ini terjadi secara dramatis dan akut setelah rasa kecewa yang makin lama makin memuncak, terdapat halusinasi dan ilusi yang diciptakan oleh Nedena.

Bentuk lain dari psikopatologi itu adalah schizoprenia. Yang gejalanya dapat dikenali melalui tingkah laku yang aneh, emosi yang kabur, dan ketidaksanggupan mengalami emosi yang sebenarnya, tidak menunjukkan emosi yang sesuai dengan rangsangan yang menimbulkannya. Menarik diri dan mimpi adalah reaksinya terhadap apa yang seharusnya menimbulkan rasa gembira takut atau marah.

Nedena juga mengalami pembisuan dan tidak dapat membedakan yang konkrit dengan yang abstrak, hidup dalam fantasi, mempergunakan banyak lambang-lambang. Lukisan Nedena yang tidak biasa, dengan warna yang tidak meniru apa yang sudah disajikan alam dan tertangkap mata manusia pada umumnya yang dipahami sebagai warna yang sudah ditentukan Tuhan. Dia melihat tidak sebagaimana ketentuan Tuhan.

LATAR 

Latar semua tokoh adalah metropolis, sebuah perantauan. Orang yang kesepian di tengah hingar-bingar kehidupan kota, tidak di tempat seharusnya di mana dia ada. Jing atau mungkin juga Bim yang lahir dari hubungan yang salah dalam pandangan masyarakat dan Tuhan terpisah dari lahir dengan ibunya, Aleda. Jing yang hidup dalam sebuah biara tidak dapat membunuh ibu dari hatinya, dia begitu ingin agar ibunya tahu bahwa dia sangat menderita agar dengan itu ibunya juga menjadi menderita. Dia mencari Aleda untuk membunuhnya, mungkin secara fisik mungkin juga tidak, yang terpenting baginya adalah menghapus kerinduan sekaligus kebencian pada ibunya.

Bim memilih penyelesaian lain, dengan menjadi seorang yang punya tingkat kegeniusan melebihi orang biasa, tetapi tanpa hati nurani, amoral, dan dingin. Ia menjadikan penderitaan orang sebagai hiburan. Ia meledakkan sebuah pusat berbelanjaan hanya karena ingin melihat api unggun besar dan jeritan dan semburat darah untuk membangkitkan semangatnya. Kawannya Jo ingin menghentikan, dengan permainan rolet rusia, membunuh atau dibunuh. Jo yang sudah mengenal liku-liku hutan tempat perjanjian merasa yakin dia dapat mengalahkan, tetapi Bim biasa hidup di hutan lain yang lebih ganas, dan Bim menang. Peledakan itu tidak pernah terungkap.

Aleda dan Magnos lahir dari sebuah tradisi Kristiani, melakukan perantauan bersama karena cinta, keluar dari ketentuan agama dan disebut sebagai pendosa oleh pihak gereja. Keduanya terusir dari kultur. Dalam perantauannya, Magnos menemukan Tuhannya, yang katanya bersembunyi dalam otak manusia (Hidden God), Tuhan bagi manusia modern. Sementara itu, Aleda memutuskan menikah dengan Asril, memeluk Islam dan masuk dalam wilayah budaya yang dibawa suaminya, Tuhan itu ada katanya, seperti yang dipercayai ketentuan dalam agama barunya. Dia dengan rela mencarikan seorang istri untuk melahirkan anak-anak suaminya, memecahkan masalah rahimnya yang kering. Berbagi dengan perempuan lain yang diperbolehkan dalam adat dan agama suaminya. Ia berusaha membangun keluarga, sebuah rumah bagi jiwanya, meskipun tidak semua bisa berjalan baik.

Issabella memilih dari kemenduaannya untuk berpihak kepada kemauan kolektif dengan sadar. Ia memilih subjektifitas dan kehendak pribadi. Dengan kepasrahan terhadap nasib yang sudah ditentukannya sendiri. Rasa bersalah karena mencintai orang selain suaminya menimbulkan kegelisahan bagi Issabella, tetapi dia berkukuh menghormati lembaga perkawinan, memilih mendapatkan perlindungan rumah ketimbang melanjutkan perantauannya.

PANDANGAN DUNIA PENGARANG

Berbeda dengan karya-karya yang dihasilkan pengarang-pengarang Minangkabau yang lain, yang lebih memiliki gambaran eksplisit tentang Minangkabau, Dadaisme mengangkat persoalan yang berbeda. Kemungkinan penyebab utama dari perbedaan ini adalah latar masa kecil pengarang. Dewi Sartika adalah pengarang yang berdarah Minang, tetapi lahir di Cilegon dan selama hidupnya dilalui sebagai orang Minangkabau perantauan. Pola pendidikan dalam keluarga Minang yang matrilineal dan komunal biasanya tidak pupus setelah berada di wilayah rantau. Mereka bisa bergaul dengan semua teman dari suku bangsa yang lain, tetapi akan selalu diingatkan bahwa dia orang Minang yang harus menjaga diri dan nama baik. Manusia Minangkabau juga mendua dalam eksistensinya sebagai anggota komunitas (kaum). Ia bertindak tidak hanya atas nama diri sendiri sebagai subjek, tetapi menjadi wakil dari kaumnya. Kesalahan yang dilakukan satu individu bukan hanya menjadi beban pribadi, tetapi berisiko kepada komunitasnya. Oleh karena itu, manusia Minangkabau akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik, usaha yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kapasitas dirinya. Bila terjadi perbenturan penyelesaian yang dipilih adalah lari, pergi merantau.

Seperti terlihat pada novel Dadaismenya Dewi, Perkawinan Rendi dengan Issabella yang dimulai dengan perasaan dendam dan muak ternyata akhirnya membuat Rendi cukup bahagia, bisa mencintai istri yang hanya ditemuinya di pelaminan.

“Perempuan yang kukenal sebelumnya tak satu pun yang kucintai,” kata Rendi.



Hal ini dapat dilihat sebagai keberpihakan pandangan pengarang terhadap sesuatu yang diidealkan dalam adat. Dualitas dunia rantau Dewi Sartika yang secara sosiologis berhubungan dengan pluralitas budaya dan pemikiran, dalam perkembangan peradaban yang mengglobal dan aneka warna persilangan budaya yang terdapat dalam novelnya yang berjudul Dadaisme.

DADAISME DAN SOSIOKULTUR ZAMAN 

Globalisasi ekonomi dan sistem informasi yang terbuka untuk diakses manusia paling primitif pun memberi peluang terhadap terjadinya perubahan adat dan sistem sosial tradisional di Minangkabau. Menjamurnya sarana hiburan dan pusat-pusat perbelanjaan sebagaimana yang tumbuh di kota-kota lain memberikan perantauan baru bagi orang Minangkabau walaupun tidak berpindah tempat. Pergaulan bebas dan prostitusi sudah menjadi budaya baru, dan kehamilan Yusna dapat dilihat sebagai rembesan peradaban baru yang sudah menjalar mencapai dunia tradisionalis atau dapat dikatakan sebaliknya, dunia tradisional telah dihisap masuk ke dalam budaya global.

Pengaruh budaya global menurut hipotesis Goldmann melahirkan kebudayaan yang termediasi atau terdegradasi. Hubungan yang pada awalnya dilandasi nilai guna berubah menjadi nilai tukar.Walaupun demikian, nilai otentik yang didasarkan pada nilai guna itu sesungguhnya masih tetap melekat dalam diri manusia.

Perubahan nilai itu dalam novel secara eksplisit dapat digambarkan oleh perjodohan Yusna dan Rendi yang didasarkan adanya pertolongan finansial yang diberikan Sutan Bahari, ayah Rendi kepada keluarga Yusna. Sutan Bahari menginginkan anaknya yang terbiasa hidup di rantau dan tidak mengenal tradisi Minangkabau menikah dengan gadis sekampung, bukan gadis lain suku. Ayah       Yusna tidak dapat menolak ketika Sutan Bahari memintanya untuk melamarkan Yusna kepada persukuan istrinya.

Alasan Sutan Bahari menjodohkan anaknya Rendi dengan gadis sekampung dengan menggunakan kekuasaan uangnya di satu sisi dapat dilihat sebagai bertahannya nilai otentik dalam dirinya. Sutan Bahari melihat nilai ideal dalam relasi antarorang sekampung di tengah sistem nilai yang berubah, di tengah menggejalanya peradaban baru bebas nilai, yang berusaha dihindarkan dari pilihan hidup Rendi, generasi penerus Sutan Bahari.

Rendi yang produk metropolitan, dikembalikan ke dalam lingkaran akar tradisinya dengan menikahkannya dengan Yusna. Akan tetapi, Yusna ternyata sudah menjadi gambaran kebudayaan yang terdegradasi. Issabella menggantikan posisi Yusna, menerima Rendi sebagai suaminya. Hal ini menggambarkan terjadinya mediasi dalam diri Issabela yang murni tradisional dengan berpisah dari Asril yang juga tradisional, dan menerima Rendi. Mediasi terjadi dalam diri Issabella dan Rendi.

KESIMPULAN

Dadaisme karya Dewi Sartika, memunculkan pandangan dunia tragik, pengalaman manusia postmodern yang kehilangan pegangan dan mencari pegangan dalam mengatasi masalah yang muncul dalam kehidupan metropolis sebuah wilayah rantau. Dewi menganggap budaya Minangkabau yang dilandasi prinsip kemenduaan dapat membangun harmoni. Tetapi dalam novelnya yang berjudul Dadaisme ini, Dewi menceritakan tentang prinsip kemenduaan yang tidak harmoni.       

Dualitas dunia rantau Dewi Sartika yang secara sosiologis berhubungan dengan pluralitas budaya dan pemikiran, dalam perkembangan peradaban yang mengglobal dan aneka warna persilangan budaya terdapat dalam novelnya yang berjudul Dadaisme.

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Faruk, H. T. 1988. Strukturalisme Genetik dan Epistomologi Sastra. Yogyakarta: Lukman Offset.

Sartika, Dewi. 2004. Dadaisme. Yogyakarta: Matahar

Sumardjo, Jakob. 1980. Novel Indonsia Mutakhir: Sebuah Kritik. Yogyakarta: Nur Cahaya. 

Nasroen. 1957. Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Jakarta: CV Pasaman.

Wiyatmi. 2008. Sosiologi Sastra Teori dan Kajian Terhadap Sastra Indonesia. Yogyakarta: Kanwa Publisher.

 

Salah satu kebudayaan di Serang

TRADISI REBO KASAN (SOLAT TOLAK BALA) PADA MASYARAKAT ISLAM DI DESA MARGATANI KABUPATEN SERANG

PENDAHULUAN

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan secara menyeluruh. Di satu pihak, manusia adalah pencipta kebudayaan, di pihak lain kebudayaan yang “menciptakan” manusia sesuai dengan lingkungannya. Dengan demikian, terjalin hubungan timbal balik yang sangat erat dan padu antara manusia dan kebudayaan. Dalam kebudayaan, bahasa menduduki tempat yang unik dan terhormat. Selain sebagai unsur kebudayaan, bahasa juga berfungsi sebagai sarana terpenting dalam pewarisan, pengembangan dan penyebarluasan kebudayaan.

Cakupan kajian yang berkaitan dengan bahasa sangat luas, karena bahasa mencakup hampir semua aktifitas manusia. Hingga akhirnya linguistik memperlihatkan adanya pergerakan menuju kajian yang bersifat multidisplin, salah satunya adalah antrolinguistik.

Antopolingustik adalah salah satu cabang linguistik yang menelaah hubungan antara bahasa dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana bahasa itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat. (Lauder,2005:231) Antropologi biasa juga disebut etnolinguistik menelaah bahasa bukan hanya dari strukturnya semata tapi lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi social budaya. Kajian antropoinguistik antara lain menelaah struktur dan hubungan kekeluargaan melalui istilah kekerabatan, konsep warna, pola pengasuhan anak, atau menelaah bagaimana anggota masyarakat saling berkomunikasi pada situasi tertentu seperti pada upacara adat, lalu menghubungkannya dengan konsep kebudayaannya.

 

Budaya adalah identitas seseorang atau golongan. Bila orang tidak berbudaya atau tidak kenal budayanya, maka orang tersebut seperti kapas yang mengambang tanpa arah. Orang yang tidak mempunyai identitas, maka orang seperti ini tidak perlu dihargai di lingkungannya.

Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (wikipedia.com).

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Pada umumnya di Masyarakat Sunda, desa Margatani khususnya sampai sekarang masih mempunyai kepercayaan terhadap tradisi Rebo Kasan atau tradisi Solat Tolak Bala. Dalam pelaksanaannya, tradisi Rebo Kasan pada masyarakat Sunda dirayakan dengan berbagai cara. Ada yang merayakan dengan cara bersa-besaran, ada yang merayakan secara sederhana dengan membuat makanan yang kemudian dibagikan kepada orang-orang yang hadir, namun diawali dengan tahmid, takbir, zikir dan tahlil serta diakhiri dengan do’a. Ada juga yang merayakan dengan melakukan shalat Rebo Kasan atau Solat Tolak Bala, baik dilakukan sendiri-sendiri maupun secara berjamaah. Untuk Masyarakat di desa Margatani, perayaan Rebo Kasan dilakukan dengan cara solat tolak bala secara berjama’ah di masjid. Setelah selesai solat kemudian dilanjutkan dengan tahlil dan tahmid serta diakhir dengan do’a tolak bala.

Rebo Kasan menurut sebagian besar orang Sunda merupakan hari yang sangat sakral. Rebo Kasan adalah hari Rabu terakhir pada bulan Sapar. Mereka menganggap bahwa pada hari itu Allah SWT menurunkan beribu-ribu balak. Sehingga mereka banyak yang melarang untuk bepergian, melaksanakan akad nikah, dll. Oleh karena itu kepercayaan terhadap tradisi Rebo Kasan sangat melekat pada masyarakat islam Sunda umumnya, dan pada masyarakat desa Maragatani kabupaten Serang khususnya untuk menghindari balak atau musibah yang akan menimpa masyarakat.

 

 

 

 

 

 

  1. ASAL MULA REBO KASAN

Pada masa Rasulullah SAW shalat ini tidak ada, demikian juga pada masa sahabat. oleh karena itu tidak ada secuilpun hadits yang menerangkan shalat tersebut. Ajaran shalat ini disebutkan dalam kitab “KANZUNNAJAH’ karangan Abdul Hakim Kudus, yang katanya pernah mengajar di Masjidil Haram Makkah Al Mukaramah. Dalam kita tersebut diterangkan bahwa telah berkata se bagian ulama ‘arifin dari ahli mukasysyafah bahwa turun pada tiap tahun 360.000 mala petaka dan 20.000 bahaya, yang turunnya pada tiap hari rebo terakhir bulan safar. Bagi yang shalat pada hari tersebut sebanyak empat rakaat maka akan selamat dari semua bencana dan bahaya tersebut (SHALAT REBO WEKASAN « Farhansyaddad weblog.htm).

 Rebo terakhir di bulan safar itu menjadi hari yang terberat di sepanjang tahun. Sehingga masyarakat memiliki kepercayaan tradisi solat tolak bola untuk mencegah dan menghindari akan adanya musibah atau marabahaya yang menimpa masyarakat tersebut.

Maka barangsiapa yang melakukan shalat 4 rakaat (Nawafil, sunnah), di mana setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kautsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali, lalu setelah salam membaca do’a, maka Allah  dengan Kemurahan-Nya akan menjaga orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.

 

  1. PELAKSANAAN SOLAT TOLAK BALA

Shalat Rebo kasan adalah shalat empat raka’at yang dikerjakan pada hari Rabu terakhir bulan safar, setelah shalat isyraq (terbit matahari) kira-kira jam 06.30. Shalat ini dikalangan orang-orang yang melakukannya disebut shalat sunnah Lidaf’il bala (shalat tolak bala) Karena menurut mereka bahwa pada tiap hari rebo bulan safar, Allah menurunkan malapetaka sebanyak 360.000 dan menurunkan 20.000 bahaya.

Rebo kasan (solat tolak bala)) dilaksankan pada hari Rebo terakhir di bulan safar, kira-kira pukul 06.30, masuk waktu dhuha sebayak empat rakaat dua kali salam. Surat yang dibaca setelah surat Al Fatihah adalah Al Kautsar sebanyak 17 kali. Surat Al Ikhlash sebanyak 5 kali. Surat Al Falaq 1 kali, dan surat an nas 1 kali. Sebelum solat dimulai terlebih dahulu membaca istighfar, kemudian baru mulai solat, setelah sholat dilanjutkan berdoa (mujahadah) yang dipimpin oleh imam masjid.

  • Membaca Istighfar

Sebelum melaksanakan solat tolak bala, masyarakat tersebut membaca istighfar memohon ampun kepada Gusti Allah:

“Abdi neda panghampura. Ka Gusti Allah nu Agung, Ka Gusti Allah nu Agung. Teu aya deui Pangeran. Anging Allah, Anging Allah, anu hurip anu jumeneng ku Anjeun. Abdi tobat ka Pangeran, Abdi tobat ka Pangeran, saperti abdi nganiaya. Teu ngamilik diri abdina pribadi. Teu ngamilik madhorotna. Teu ngamilik manfaatna Teu ngamilik kana maotna. Teu ngamilik kana hirupna. Teu ngamilik pigelarna”.

Arti: “Saya memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung. Saya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Tuhan yang hidup terus dan berdiri dengan sendiri-Nya. Saya mohon taubat selaku seorang hamba yang banyak berbuat dosa, yang tidak mempunyai daya upaya apa-apa untuk berbuat mudharat atau manfaat untuk mati atau hidup maupun bangkit nanti”.

Makna dari membaca istighfar ialah senantiasa memohon perlindungan kepada Tuhan, agar nikmat-nikmat tersebut terpelihara dari kemusnahan, karena akibat perbuatan dirinya. Disamping itu manusia mengakui berdosa dan merasa sangat terbatas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan. Timbul kesadaran dari hati nurani yang tulus ikhlas disertai dengan pengharapan mohon keampunan Tuhan setiap pagi dan petang.

  • Melaksanakan Solat Tolak Bala

Setelah membaca istighfar kemudian melaksanakan solat tolak bala’ secara berjamaah sebanyak empat roka’at dua kali salam. Surat yang dibaca yaitu membaca surat alfatihah, setelah itu membaca surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali dilanjutkan dengan surat Al-Ikhlas sebanyak 5 kali lalu yang terakhir membaca surat Al-Falaq dan An-Nass masing-masing 1 kali agar supaya dijauhkan dari marabahaya.

  • Membaca do’a

Do’a yang dibaca setelah solat adalah:

“Ya Allah simkuring neda pitulung ku kalayan ayana kalimat nu sampurna tina angina merah, panyakit nu ageung dina jiwa, daging, tulang kalayan urat. Maha suci Allah dzat nu Maha sampurna”.

Arti: “ Ya Allah Aku berlindung kepadamu dengan kalimatMu yang sempurna dari angina merah, penyakit yang besar di jiwa, daging, tulang dan urat. Maha suci Allah Yang maha Sempurna.”

            Do’a tersebut dibaca agar supaya mendapatkan perlindungan dari Tuhan, dan dijauhkan dari segala bahaya yang akan menimpa manusia.

  • Mujahadah

Mujahadah ini dipimpin oleh imam. Biasanya masyarakat meletakkan air minum yang mereka bawa untuk di bacakan doa ini.

Doa yang dibaca adalah:

“ ALLAHUMMA YAA SYADIIDAL QOWIYYI WA YAA SYADIDAL KHAALI YAA ‘AZIIZU DZALLAT LI’AZATIKA JAMII’I KHOLKIKA IKFINI MINN SYARRI JAMII’I KHOLFIKA YAA MUKHSINU YAA MUTAFADZILU YAA MUTAKARRIMU YAA MAN LAA ILAAHA ILLA ANTA IRKHAMNI BIROHMATIKA YAA AR KHAMAR ROOHIMIINA. ALLOHUMMA MISIRRILKHASANI WAA KHII WAJADDIHI WAABIHI WA UMMIHI WA BANIHI IKFINII SYARRO HAADZAAL YAUMA WA MSS YUNYALU FIIHI YAA KAAFIYAL MUHIMMAATI YAA DAA FI’ALBALIYYAATI FASAYAKFIIKA HUMULLAHU WA NI’MAL WAKIIL WALAKHAULA WALAA QUWATA ILLA BILLAHIL’ALIYIL ‘ADZHIMI 3X.”

Makna dari air minum yang telah dibacakan doa-doa tersebut menurut masyarakat setempat adalah agar supaya air tersebut bisa melindungi mereka dari marabahaya dan agar mendapat perlindungan.

Sebelum melakukan ritual solat tolak balak di atas, ketika hendak berangkat ke masjid, masyarakat membawa ketupat sayur dan air minum. Ketupat sayur untuk di makan bersama-sama di masjid setelah selesai pelaksanaan solat tolak bala. kemudian air minum dalam botol tersebut untuk di bacakan do’a-do’a setelah selesai solat yang disebut dengan mujahadah seperti yang telah dijelaskan pada ritual solat tolak di atas yaitu agar supaya air tersebut bisa melindungi mereka dari marabahaya dan agar mendapat perlindungan.

Ketupat merupakan ungkapan budaya yang mengandung falsafah hidup yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai dasar dalam bersikap dan bertindak. Ketupat sebagai karya budaya dikaitkan dengan suatu hasil dengan beraneka macam bentuk. Sedangkan ketupat sebagai ungkapan budaya adalah merupakan simbol yang di dalamnya terkandung makna dan pesan tentang kebaikan. Sebagai ungkapan budaya, ketupat antara lain memberikan makna dan pesan.  Ketupat terdiri dari beras atau nasi yang dibungkus daun kelapa muda dan janur. Beras atau nasi adalah simbol nafsu dunia.   Beras atau nasi adalah simbol nafsu dunia. Sedangkan janur yaitu hati nurani. Jadi ketupat dimaksudkan sebagai lambang nafsu dan hati nurani, yang artinya agar nafsu dunia dapat ditutupi oleh hati nurani.

Pesan yang terkandung di dalamnya adalah agar seseorang dapat mengendalikan diri, yaitu menutupi nafsu-nafsunya dengan hati nurani (dilambangkan nasi bungkus dengan janur).

Ketupat yang dalam bahasa Sunda juga disebut kupat, dimaksudkan agar seseorang jangan suka ngupat, yaitu membicarakan hal-hal buruk pada orang lain karena akan membangkitkan amarah. Dengan lambang ketupat ini dipesankan agar seseorang dapat menghindarkan diri dari tindak ngupat tersebut.

  1. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tradisi Rebo Kasan dengan ritual solat tolak bala merupakan salah satu kebudayaan kecil pada masyarakat desa Margatani. Pelaksanaan Rebo Kasan ini sebagai salah satu kebudayaan yang memiliki mitos bahwasanya pada hari rabu akhir di bulan sapar adalah hari yang sangat sakral. Oleh sebab itu masyarakat melakukan solat tolak bala’ untuk menghindari dari segala macam bahaya.

 


Kamis, 17 Juni 2010

Kajian Film Anak Indonesia “Denias” dan Film Anak Iran “Children of Heaven”

REVIEW
created by: Poetri-Solow

SINOPSIS FILM DENIAS

Film ini menceritakan tentang perjuangan seorang anak suku pedalaman Papua yang bernama Denias untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Seluruh setting lokasi dilakukan di pulau Cendrawasih ini. Cerita dalam film ini merupakan adaptasi dari kisah nyata seorang anak Papua yang bernama Janias. Sebuah film yang harus ditonton oleh mereka yang mengaku peduli dengan dunia pendidikan di Indonesia. Sebuah film yang dapat membuka pandangan kita tentang betapa pendidikan yang layak di negeri ini masih sangat mahal, masih sangat rumit dan masih banyak terjadi diskriminasi-diskriminasi yang tidak masuk akal.

SINOPSIS FILM CHILDREN OF HEAVEN

Sebuah kisah dari Timur Tengah yang menyentuh nurani tentang kasih sayang, kejujuran dan kegigihan hidup. Tangis dan kekesalan Zahra pada Ali, tak mampu mengembalikan sepatunya yang hilang. Meminta sepatu baru, mustahil dilakukan. Ali tak ingin membebani pikiran ayahnya dengan kesulitan baru. Maka, hilangnya sepatu Zahra sengaja ditutup-tutupi dan menjadi rahasia mereka berdua. Begitu pun saat harus bergantian sepatu, keduanya tetap bungkam. Bergantian memakai satu sepatu, bukan tanpa resiko. Ketika sepatunya kehujanan, dengan berlinang air mata, Zahra tetap memakainya. Ali pun jadi kerap kesiangan. Satu dua kali, bisa menerobos masuk. Lama kelamaan ketahuan juga. Saat diancam tidak boleh masuk kelas sebelum bisa menjelaskan kenapa selalu kesiangan, Ali tetap bungkam. Lebih baik makan tanah daripada harus berkeluh kesah, begitu ia selalu dididik ayahnya. Ketika Ali bisa sabar, tidak demikian dengan Zahra. Anak cantik ini selalu merengek minta sepatunya yang hilang dikembalikan. Inilah yang membuat Ali sedih sekaligus bingung.
Harapan muncul ketika ada lomba maraton tingkat sekolah dasar dengan hadiah untuk juara ketiga adalah sepatu baru. Dengan semangat Ali mengikuto lomba maraton tersebut. Dengan hadiah itu, ia bisa menebus rasa bersalahnya dan tak perlu bingung bagaimana mengganti sepatu Zahra. Ketika menjelang masuk finish, Ali berada di urutan paling depan. Demi meraih hadiah ketiga, justru anak kurus ini memperlambat larinya. Barulah setelah terjatuh dan disusul anak lain, sekuat tenaga ia berlari dan berhasil meraih juara pertama. Bukannya senang mendapat juara pertama, Ia malah menangis dan menyesal karena gagal mempersembahkan sepatu baru untuk Zahra.
PEMBAHASAN FILM DENIAS
Film yang mengisahkan sebuah perjalanan hidup seorang anak kecil dalam menggapai cita-cita dan impiannya. Anak itu bernama Denias yang berusia kira-kira sembilan sampai dua belas tahunan. Ia hidup dalam lingkungan masyarakat suku Boneo. Tepatnya di daerah Papua, Irian Jaya.
Dalam film Denias ini, dari segi ceritanya bagus. Tapi jika disuguhkan untuk anak-anak rasanya tidak semua cerita di dalam film Denias ini cocok untuk anak. Karena isi ceritanya ada yang tidak sesuai jika cerita itu disuguhkan untuk anak. Tapi film Denias ini juga memiliki nilai positif jika disuguhkan untuk anak.
Misalkan, nilai positif untuk anak yang terdapat dalam film Denias yaitu munculnya tokoh Denias yang memiliki cita-cita dan impian yang tinggi, yaitu bersekolah. Denias tetap semangat bersekolah meskipun hanya pada sebuah bangunan yang kondisinya sangat memprihatinkan. Kemudian nilai positif selanjutnya terlihat pada tokoh Denias yang berbakti kepada orang tuanya. Hal tersebut bisa mengajarkan anak untuk semangat dalam mencapai cita-citanya, selalu berbakti kepada orang tua dan berbudi baik.
Nilai negatif yang terlihat dalam film Denias yang dirasa kurang sesuai jika disuguhkan untuk anak yaitu ketika Denias dan Noe berkelahi. Perilaku seperti itu bisa saja ditiru oleh anak dalam perilaku sehari-hari ketika sedang bersama teman-temannya. Tokoh Enos yang mencuri makanan karena dia sangat lapar kemudian tidak ketahuan pemilik yang memiliki makanan itu merupakan hal yang negatif dalam film tersebut. Perilaku seperti itu juga bisa saja ditiru oleh anak apalagi diceritakan bahwa ketika mencuri tidak ketahuan. Pemikiran anak yang masih pendek pasti tidak akan pikir panjang jika ingin melakukan sesuatu. Dalam cerita ini juga terdapat cerita yang dirasa kurang cocok untuk anak yaitu ketika Denias bertemu dengan seorang anak gadis yang bernama Angel. Ia baik hati. Ia berteman akrab dengan Denias. Hal itu menyebabkan hati Noel sakit. Dengan kata lain, ada tema percintaan yang diselipkan dalam cerita tersebut. Akibatnya banyak anak yang dewasa sebelum waktunya. Padahal karya sastra anak genre apapun adalah karya anak yang memang benar-benar mengantarkan dan berangkat dari kacamata anak. Artinya, harus menyuguhkan cerita yang murni untuk anak-anak.

PEMBAHASAN FILM CHILDREN OF HEAVEN

Kisah film ini diawali dengan sosok bocah lelaki bernama Ali yang mempunyai adik perempuan yang bernama Zahra dan seorang adik yang masih bayi. Ali berusia kira-kira belasan tahun. Ayahnya bernama Karim. Keluarga Karim ini hidupnya sangat sederhana yang tergolong keluarga miskin. Karim hanya seorang Marbot pengurus mesjid di tempat tinggalnya.
Isi cerita film Children of Heaven ini sangat menarik. Banyak pelajaran-pelajaran untuk anak yang bisa diambil dari ceritanya dan diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Banyak nilai yang dapat dipetik dari film Children of Heaven yang berasal dari Iran ini ada empat nilai; Pertama, selalu melakukan kejujuran. Kedua, selalu mencari penyelesaian masalah. Ketiga selalu memikirkan orang lain dan keempat mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Kejujuran terlihat pada cerita ketika Zahra membuatkan minuman-teh untuk ayahnya yang terasa kurang manis, dengan lugu Zahra mengatakan:
“Ayah tinggal mengambil gula di depan ayah.”
Namun hal itu tidak dilakukan oleh Karim, meskipun gumpalan gula yang dipecah-pecah untuk konsumsi jamaah pengajian, terlihat banyak di depannya.
“Itu milik masjid. Kita tidak boleh mengambilnya anakku” kata Karim dengan jujur.
Meskipun Ali dan keluarganya adalah orang yang tidak mampu, mereka tetap berusaha mencari makan yang halal dari uang hasil kerja kerasnya, sehingga setiap masalah yang menimpa Ali dan keluarganya bisa terselesaikan.
Dalam cerita ini tokoh Ali sangat menyayangi adik dan keluarganya. Terlihat semangat Ali untuk mengganti sepatu adiknya yang hilang. Akhirnya sampai ada lomba maraton kemudian Ali mengikuti perlombaan itu.
Dari beberapa penjabaran isi cerita dan nilai-nilai yang terdapat pada film children of heaven, bisa disimpulkan bahwa film yang berasal dari Iran (Timur Tengah) ini cocok untuk disuguhkan untuk anak. Karena didalamnya banyak mengandung nilai positif untuk memberikan pelajaran kepada anak. Seperti, saling menyayangi sesama saudara, bersikap jujur, dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.

PERBANDINGAN FILM ANAK INDONESIA ‘DENIAS’ DAN FILM ANAK IRAN ‘CHILDREN OF HEAVEN’

Menurut pendapat saya, film anak indonesia harus lebih ditingkatkan lagi kualitasnya. Film anak Indonesia saat ini mengalami penurunan, karena kualitas cerita yang ditayangkan untuk anak kadang tidak sesuai dengan pola pikir anak. Terkadang justru pola pikir orang dewasa yang diselipkan dalam cerita anak tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya film anak indonesia harus benar-benar bisa menayangkan film anak yang cocok atau sesuai jika disuguhkan untuk anak. Misalnya, banyak nilai-nilai positif yang bisa diambil dan diajarkan untuk anak dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat film anak Iran yang termasuk film budaya asing ini, menurut saya isi ceritanya bagus dan cocok disuguhkan untuk anak. Meskipun children of heaven merupakan film budaya asing akan tetapi isinya banyak mengandung unsur-unsur pendidikan. Salah satunya adalah lingkungan pendidikan seperti lingkungan pendidikan di keluarga, lingkungan pendidikan di sekolah, lingkungan pendidikan di masyarakat dan lingkungan pendidikan di masjid. Sehingga film ini bisa mendidik anak untuk berpendidikan di mana anak itu tinggal.

NB: hanya sebatas pengetahuan saya mengenai review kedua film tersebut. jika ada yang ingin menambahi.. silahkan tinggalkan komentar pada kotak yang telah disediakan.
makasih temen-temen ^,^

Analisis Cerpen Anak Pelajaran Berharga dari Retno Karya Eni Rahmawati dengan Pendekatan Moral

Created by: Firda and Ani ^,^

Sinopsis
Reni adalah seorang siswa sekolah dasar. Dia memiliki teman bernama Retno. Suatu hari dia mengerjakan PR di rumah Retno ditemani oleh pembantunya yang bernama Bi Warsih. Reni memang selalu meminta bantuan Bi Warsih untuk segala keperluannya. Sesampainya di rumah Retno, Reni masuk ke rumah Retno namun Bi Warsih tetap untuk di luar atas perintah Reni. Retno tahu bahwa di luar ada Bi Warsih. Ia segera menghampiri Bi Warsih kemudian mengajaknya masuk.
Retno adalah seorang anak yang pandai dan tidak sombong. Semua guru dan temannya sangat sayang padanya. Retno diajarkan oleh orang tuanya untuk tidak membeda-bedakan orang dan menghormati setiap tamu yang datang ke rumahnya. Untuk kali pertamanya Bi Warsih merasa dihormati oleh anak orang kaya. Walaupun Reni adalah anak majikan Bi Warsih tapi Bi Warsih tidak pernah mendapatkan perlakuan sebaik di rumah Retno.
Melihat perlakuan baik Retno terhadap pembantunya, Reni sadar akan kesemena-menaannya terhadap pembantunya. Akhirnya ia pun berjanji akan memperlakukan Bi Warsih seperti Retno memperlakukan pembantunya dengan baik.

Definisi Pendekatan Moral
Pendekatan yang bertolak dari dasar pemikiran bahwa sesuatu yang disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Secara umum moral mengajarkan tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila (KBBI, 94).
Karya sastra, fiksi, senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh protagonist maupun antagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak secara demikian.

Jenis Pesan Moral
Jenis ajaran moral dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Secara garis besar, persoalan hidup dan kehidupan manusia dibedakan menjadi
a. Hubungan manusia dengan diri sendiri
b. Hubungan manusia dengan manusia lain
c. Hubungan manusia dengan Tuhan

Analisis Cerpen dengan Pendekatan Moral
Cerpen Pelajaran Berharga dari Retno karya Erni Rahmawati menampilkan pesan moral yang disampaikan melalui dua tokoh anak kecil yang bernama Reni dan Retno. Kedua anak tersebut memiliki sifat yang bertolak belakang. Reni adalah seorang anak yang manja dan semena-mena kepada pembatunya sedangkan Retno adalah seorang anak yang pandai, tidak sombong dan memperlakukan pembantunya seperti keluarganya sendiri.
Sesuai dengan pengertian pendekatan moral di atas, maka pendekatan moral berusaha mengkaji dan membahas karya sastra dalam hubungannya dengan moral dan etika. Pendekatan moral dalam kajian sastra misalnya memahami dan mencari nilai-nilai moral yang terdapat dalam karya sastra. Dalam analisis ini karya sastra yang diangkat merupakan jenis cerita anak. Teknik penceritaan yang ditulis oleh Erni Rahmawati terlihat sangat sederhana dan mudah dipahami. Sehingga cerita tersebut mudah untuk dinikmati oleh kalangan anak-anak.
Pengarang dalam menyajikan isi cerita menampilkan dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi terdapat tokoh protagonis yaitu Retno dan di sisi lain terdapat tokoh antagonis yaitu Reni. Persoalan hidup dan kehidupan yang diangkat oleh pengarang dalam cerita anak tersebut adalah pentingnya menghormati dan menghargai keberadaan orang lain walaupun status sosialnya berbeda. Karena pada dasarnya semua manusia di mata Tuhan itu sama, yang membedakan adalah iman dan takwanya. Bahkan sudah selayaknya yang muda menghormati yang tua.
Contoh penerapan pendekatan moral terdapat pada kutipan berikut ini yang diambil dari cerpen Pelajaran Berharga dari Retno (untuk selanjutnya digunakan singkatan PBDR) karya Erni Rahmawati.

“Bibi duduk di sini saja, di luar pagar! Jangan kemana-mana sampai saya kembali lagi,” ujar Reni pada Bi Warsih yang mengantarkannya ke rumah Retno. Sore itu Reni akan mengerjakan PR bersama Retno. Bi Warsih membungkukkan badan, tanda mengiyakan perintah majikan ciliknya. (PBDR)

Dari kutipan di atas tampak bahwa cerpen Pelajaran Berharga dari Retno tergolong dalam jenis moral yang berhubungan antara manusia dengan manusia lain. Terutama yang berkaitan dengan sikap sopan santun terhadap sesama walaupun berbeda status sosial. Tokoh Reni dalan cerita tersebut mencerminkan sikap yang tidak baik. Di awal cerita pengarang sengaja menampilkan tokoh antagonis. Ajaran moral dalam karya sastra seringkali tidak secara lamngsung disampaikan, tapi seringkali melalui hal-hal yang sifatnya amoral dulu. Hal ini sesuai dengan apa yang dikenal dengan tahap katarsis pada pembaca karya sastra. Katarsis adalah pencucian jiwa yang dialami pembaca.
Tahap katarsis dalam cerpen Pelajaran Berharga dari Retno terlihat dalam kutipan di bawah ini:

“Ret, apa kamu nggak punya pembantu, kok bikin minum dan buka pintu pagar sendiri?” tanya Reni tiba-tiba. Ia melirik Bi Warsih yang duduk diam menunggui Reni belajar.
“Ada, tapi sekarang dia sedang istirahat. Aku kasihan, sejak Subuh dia sudah bekerja. Lagipula ini kan pekerjaan ringan. Kami disini biasa melakukan pekerjaan apa saja yang bisa dikerjakan sendiri. Kalau tidak bisa, baru minta tolong pembantu. Seperti membuat pisang goreng ini, aku dibantu Bu Minah, katrena aku belum bisa,” jawab Retno sambil membalik halaman buku PR nya.
Wajah Reni memerah mendengar jawaban temannya itu. Reni ingat, jangankan untuk minuman tamu, untuk minuman sendiripun dia cuma teriak dalam dalam kamar, “Bi, minuuuum!” (PBDR)


Di akhir cerita tokoh Reni menyadari akan kesalahannya yang semena-mena terhadap pembantunya. Hal ini terlihat dalam kutipan dibawah:

“Ren, kok jadi bengong?” tegur Retno pada Reni.
“O, iya..ya, iya…” Reni tersadar. Lalu ia menoleh pada Bi Warsih. “Ayo Bi, kita makan, “ajak Reni pada Bi Warsih, sapaan ramah untuk pertama kalinya.
Semoga saja keramahannya pada Bi Warsih tak Cuma hari itu saja. (PBDR)

Dari contoh kutipan tersebut telihat bahwa pembaca cerita secara tidak langsung diajak oleh pengarang untuk menjunjung tinggi kesopan santunan dan rasa mengormati terhadap sesama manusia seperti yang dicontohkan oleh tokoh Retno dalam cerpen Pelajaran Berharga dari Retno karya Erni Rahmawati tersebut.

Rabu, 16 Juni 2010

Mama Ica Minta Maaf ! ! !

Kukuruyuuuuuuuuuuuuk petok….petok…!!! Suara ayam berkokok menandakan hari sudah pagi. Ica segera bangun kemudian merapikan tempat tidurnya. Setelah merapikan tempat tidurnya, Ica mengambil handuk kemudian menuju ke kamar mandi untuk mandi.
“ Ica………”, teriak Mama dari dapur.
“ Iya Ma…. Ica masih mandi nih”, jawab Ica dengan suara manjanya.
Mama yang sudah bangun lebih pagi dari Ica sudah sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuk Ica dan Papa. Tiba-tiba Ica yang sudah rapi dengan seragam putih merahnya muncul dihadapan mama.
“ Wah, anak Mama sudah rapi ternyata. Ayo sarapan dulu biar nanti di sekolah nggak lemes”, perintah Mama kepada Ica.
Ica segera menuju ke ruang makan. Di ruang makan, sudah ada Papa yang juga tidak kalah rapi dengan Ica. Waktu menunjukkan pukul 06.30 WIB, Ica berangkat bersama Papa karena sekolah Ica dekat dengan kantor Papa.
“ Assalamualaikum, Ica berangkat ya Ma”., pamit Ica kepada Mama.
“ Wa’alaikumsalam...”, jawab Mama.
Setiba di sekolah, sudah banyak anak yang datang di SD YPWKS III. Ica bertemu dengan teman sebangkunya yang bernama Ratih. “ Ica…yuk kita ke kelas bareng.” seru Ratih. “ Yuk Tih..” jawab Ica.
Setelah beberapa menit sampai di kelas IV B, Bu Ani datang kemudian membagikan soal ulangan. Ica yang baru ingat kalau hari ini ada ulangan matematika langsung kebingungan. Dia tidak belajar sama sekali. Akhirnya Ica tidak bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh Bu Ani.
“ Sudah selesai anak-anak?” tanya Bu Ani.
“ Sudah Bu….” dengan serempak anak-anak menjawab. Tapi ada satu orang anak yang terlihat masih sibuk mengerjakan ulangan.
“ Ica, sudah selesai belum?” tanya Bu Ani.
“Iya Bu, sebentar lagi selesai” jawab Ica sambil tergesa-sesa menyelesaikan soal matematikanya.
“ Baiklah anak-anak yang sudah selesai, jawaban masing-masing langsung ditukarkan ke teman sebelahnya ya. Kita koreksi bersama-sama.” Pinta Bu Ani kepada anak-anak.
Setelah selesai Bu Ani menyebutkan kunci jawaban yang benar, Anak-anak menuliskan benar berapa dan salah berapa pada kertas jawaban teman sebelahnya. Kemudian Bu Ani memanggil nama murid-murid satu per satu untuk menyebutkan benar berapa jawaban ulangan matematika tersebut.
Dari tiga puluh murid ada enam orang yang mendapatkan nilai jelek dan Bu Ani menyuruh untuk mengikuti her. Bu Ani juga berpesan, bagi murid yang mendapatkan nilai di bawah enam puluh agar meminta tanda tangan orang tuanya masing-masing. Ica termasuk dari salah satu enam murid yang mendapatkan nilai jelek, Ica hanya mendapat nilai lima puluh enam.
Teeeeeeeeet!!!!!!!Teeeeeeet!!!!Teeeeeeeeet!!!!! Bel berbunyi tiga kali menandakan bahwa pelajaran hari ini berakhir. Murid-murid segera bergegas keluar kelas sambil membawa tas ranselnya masing-masing di punggung. Di luar sudah banyak sekali jemputan anak sekolah yang menunggu. Ratih melihat Ica duduk sendirian di bangku depan kelas.

“ Ca, kamu kenapa? kok bukannya pulang malah duduk sendiri di sini? kamu sedih ya karena nilai ulanganmu jelek?” tanya Ratih sambil duduk di sebelah Ica.
“ Iya, tadi aku tidak bisa mengerjakan ulangan yang diberikan Bu Ani. Aku takut Mama marah karena ulangannku dapat jelek Tih” jawab Ica dengan suara seperti orang yang ingin menangis sekaligus dengan nada ketakutan.
“ Memangnya semalam kamu tidak belajar ya…?” tanya Ratih . “ Iya..Aku lupa kalau hari ini ada ulangan. Aku baru ingat tadi waktu Bu Ani membagikan soal ulangan.” jawab Ica dengan nada menyesal.
“ Ya sudah jangan sedih lagi ya….Ayo kita pulang sama-sama sekarang, nanti kita dicari Mama”, Ajak Ratih buru-buru sambil menarik tangan Ica.

Sewaktu pulang sama-sama dengan Ratih, Ica bercerita kalau dia akan menyembunyikan nilai ulangan matematika tadi ke mamanya. Ica tidak mau memberikan hasil ulangannya ke Mama. Alasannya karena dia takut kalau Mamanya akan marah. Lalu Ratih memberi nasihat kepada Ica. “Tidak baik Ca menyembunyikan apa-apa ke orang tua. Ngomong aja ke mama kamu kalau kamu dapat nilai jelek karena kamu lupa kalau hari ini ada ulangan matematika. Jadinya semalam nggak belajar. Pasti Mamamu gak akan marah sama kamu deh Ca”, kata Ratih meyakinkan Ica.
Sesampainya di rumah, Ica tampak lesu dan tak mau makan. Tentu saja Mama mulai bertanya-tanya, “Ada apa gerangan anak Mama kok tiba-tiba tak mau makan dan lesu seperti ini?”. , Ica hanya menjawab, “Ica males makan, Ma. Ica mau tidur saja”. “Oh iya Ica, tadi Bu Ani telpon Mama, katanya tadi di sekolah ada ulangan matematika, mana hasil ulangannya Ca, Mama mau lihat”, tanya Mama sebelum Ica masuk ke kamar. “Belum dibagikan kok Ma ulangannya, Ica mau tidur dulu ya Ma” jawab Ica tergesa-gesa. Ica pun langsung beranjak ke tempat tidurnya dan tertidur pulas.
Entah dari mana asalnya, Ica tiba-tiba menghampiri Mama yang sedang sibuk memasak di dapur. Dengan masih memakai rok seragamnya, Ica mulai berbicara pada Mama. “Mmm...Ma, sebenarnya hasil ulangan matematika tadi sudah dibagikan. Ica dapat nilai jelek, jadi Ica takut kalau bilang ke Mama nanti Mama marah. Maafin Ica ya Ma sudah berbohong kepada Mama. Ica nggak akan mengulanginya lagi”, sesal Ica. “ Iya sayang, Mama nggak marah kok ke Ica. Mama bangga karena Ica sudah mau jujur ke Mama. Tapi janji ya, besok-besok nggak boleh ada yang disembunyikan lagi ke Mama”, pinta Mama pada Ica. “Terima kasih Ma.....” kata Ica.
Kemudian, terdengar suara Mama bergumam pelan, “Ica… Ica… bangun sayang, sudah sore”. Mata Ica pun pelan-pelan terbuka dan dilihatnya Mama sudah ada di sebelahnya. Dalam hati, Ica berkata “Ternyata tadi aku cuma mimipi”. Setelah sadar Ica berjalan ke meja belajarnya kemudian mengambil kertas hasil ulangan matematika di dalam tas ranselnya. Kertas itu diberikannya ke Mama. “Ma, ini hasil ulangan matematika tadi. Ica minta maaf Ma karena tadi sudah berbohong kalau ulangannya belum dibagikan”. Hati Ica deg-degan kalau Mamanya akan marah setelah Ica memberikan hasil ulangannya. Tapi ternyata pikiran Ica salah. Mama malah tersenyum kemudian memeluk Ica sambil berkata “Iya sayang, Mama sudah tahu kalau ulangannya sudah dibagikan. Tadi kan Bu Ani telepon Mama” . Ica lega ternyata Mama nggak marah. “Berarti Mama nggak marah kan sama Ica?” tanya Ica dengan senangnya. “Enggak, Mama nggak marah karena Ica sudah berani jujur sama Mama. Mama hanya berpesan lain kali jangan ada yang disembunyikan dari Mama ya” nasihat Mama untuk Ica.



selesai

sastra perbandingan

PERBANDINGAN LATAR FISIOLOGIS
DALAM NOVEL DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH KARYA HAMKA
DENGAN NOVEL THE MAGDALEN KARYA MARITA CONLON

LATAR BELAKANG

Sastra bandingan menurut Stallnecht dan Frenz (dikutip Trisman dkk: 70) merupakan studi perbandingan dua karya sastra atau lebih yang berasal dari negara yang berlainan, ataupan juga studi perbandingan antara sastra dan bidang-bidang lainnya seperti seni (seni lukis, seni pahat, seni arsitektur dan musik), filsafat, sejarah, ilmu-ilmu sosial (politik, ekonomi, sosiologi), agama dan lain-lain. Jadi, dapat diartikan bahwa sastra perbandingan merupakan studi perbandingan dua karya sastra yang berasal dari dua negara yang berlainan (dua kebudayaan yang berbeda).
Dalam telaah bandingan novel Di bawah Lindungan Ka’bah (DBLK) karya Hamka, dan The Magdalen (TM) karya novelis London, Marita Conlon akan dibahas satu aspek dari kedua novel tersebut, yaitu latar tempat yang ada di dalamnya. Alasan penulis melakukan studi perbandingan kedua novel tersebut karena disamping tema ceritanya yang sama yaitu perasingan tokoh untuk mendapat ampunan dari Tuhan juga karena adanya perbedaan kepercayaan yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat Indonesia dan London. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sedangkan masyarakat London mayoritas beragama Kristen.
Latar tempat yang menunjukkan tempat penebusan atau pengampunan dosa pada masyarakat Kristen di London dikenal dengan sebutan Magdalen Loundry yang terdapat di Dublin, sedangkan tempat yang menunjukkan pengampunan dosa yang diyakini oleh masyarakat Islam di Indonesia adalah berdo’a didekat ka’bah di Mekkah (Arab saudi) dan biasanya disebut dengan naik haji. Hal tersebut diyakini sebagian masyarakat sebagai budaya sebagian orang islam meskipun sebenarnya Naik haji itu bukan menebus dosa melainkan Naik Haji itu ibadah yang wajib bagi yang mampu.
Selain alasan yang bersifat umum, pada telaah bandingan kedua novel ini juga didasarkan atas alasan yang bersifat khusus yakni pemilihan kedua karya sastra tersebut berdasarkan keuniversalan sastra bahwa semua karya sastra memiliki ciri-ciri umum dan juga mempunyai ciri-ciri khusus yang hanya dimiliki oleh karya sastra tersebut.

DESKRIPSI KARYA SASTRA YANG DIBANDINGKAN

A. DESKRIPSI NOVEL “DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH”
Melalui novelnya yang berjudul Di bawah Lindungan Ka’bah (DBLK) Hamka mengungkap tentang persoalan kasih tak sampai antara kedua tokoh protagonis yaitu Hamid dan Zaenab. Hamka cukup menarik dalam membawa kisah ini. Dalam kegelisahan hatinya, Hamid menggantungkan diri pada Kuasa Illahi. Karena dia yakin hanya Allah lah tempat menambatkan diri, tempat berserah diri atas segala masalah. Pelarian itu sampai akhirnya membawa Hamid ke negeri Arab, tepatnya Mekkah. Dibawah lindungan Ka’bah Hamid bersimpuh diri atas segala permasalahan batinnya, berharap pertolongan ada kekuatan untuk tegar menghadapi kenyataan pahit ini. Sampai akhirnya dia tahu cintanya selama ini ternyata dirasakan juga oleh Zaenab. Tapi itu semua sudah terlambat, karena dua tahun berpisah adalah waktu yang lama bagi mereka, sampai akhirnya terombang-ambing dalam kerindunan tanpa akhir. Hingga ajal yang mengakhiri.
Pada saat novel ini dibuat adat Minangkabau pada saat itu masih sangat kental. Seorang anak perempuan apabila telah tiba saatnya harus masuk ke dalam pingitan keluarga, ia tidak boleh berhubungan bebas dengan dunia luar ( lelaki dewasa ), sampai tiba saat ada pria yang melamarnya atau dijodohkan dengan kerabatnya yang merupakan hasil kesepakatan keluarga dengan tujuan untuk menjaga status sosial dan memelihara harta warisan.

Setelah tamat dari MULO, menurut adat Zainab masuk dalam pingitan, ia tidk akan dapat keluar lagi kalau tidak ada keperluan yang sangat penting, itupun harus ditemani oleh ibu atau kepercayaannya, sampai datang masanya bersuami kelak (DBLK: 19).


Masyarakat Minangkabau juga dikenal sebagai suatu masyarakat yang sangat religius. Ada pepatah yang mengatakan, dimanapun kita berdiri diranah Minang, dapat dipastikan kita akan mendengar kumandang Adzan, panggilan untuk beribadah lima waktu. Kearah manapun kita menengok, hampir dipastikan kita akan melihat kubah sebuah Mesjid, minimal sebuah Surau dengan arsitektur Minang yang khas. Hal ini terlihat pada kutipan DBLK di atas tentang budaya adat Minangkabau yang masih sangat kental. Seorang anak perempuan yang setelah tamat dari MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) harus dipingit, karena dalam adat orang hartawan dan bangsawan Padang, kemajuan anak perempuan itu hanya terbatas hingga MULO.

B. DESKRIPSI NOVEL “THE MAGDALEN”
Dalam novel The Magdalen (TM) karya Marita Conlon mengungkapkan latar kisah nyata. Sejak pertengahan abad ke-19 hingga tahun 1996, di Irlandia banyak terdapat pusat rehabilitasi para wanita terbuang; pelacur, korban inses dan perkosaan, serta wanita yang hamil di luar nikah. Di pusat rehabilitasi yang dijuluki Magdalen Laundry ini, para wanita penghuninya tidak diperkenankan untuk keluar, bahkan sampai seumur hidup. Mereka dipaksa bekerja demi keuntungan para pengelola, "anak haram" mereka diambil paksa, dan mereka harus menerima perlakuan kasar atas nama penebusan dosa. Esther Doyle adalah salah seorang dari para wanita ini. Di Magdalen Laundry, dalam kondisi hamil ia diperlakukan dengan keji, diberi makan sekadarnya hanya untuk bisa bertahan hidup, dan dipaksa bekerja di binatu tanpa upah. Di Magdalen Laundry, ampunan Tuhan berarti penderitaan, siksa, dan kehilangan anak. Inilah episode kelam dari sejarah masyarakat religius.
“Rumah binatu Magdalena! Demi Tuhan, apa itu, Bibi PatSy?”. Itu sebuah rumah yang dikelola para biarawatiuntuk gadis-gadis seperti dirimu, gadis yang terlibat maslah. Sebagai imbalan perawatan, para perempuan ini bekerja di binatu. Pekerjaannya berat dan mereka bilang para biarawati sangat ketat mengawasi, tapi para gadis itu dirawat dengan baik. Tempat itu menggunakan nama Maria Magdalena, kau tahu, si pendosa dalam alkitab yang telah bertobat.”
Dari kutipan di atas terlihat bahwa kisah The Magdalen ini mengungkap tentang perjuangan melawan prasangka, intoleransi, dan berbagai perbuatan yang dilakukan atas nama kesalehan dan agama di dalam masyarakat Irlandia.

IDENTIFIKASI TITIK MIRIP
ALUR
Alur pada novel Di bawah Lindungan Ka’bah (DBLK) dan novel The Magdalen (TM) merupakan alur flash back. Sehingga kedua novel yang dibandingkan ini banyak memiliki kemiripan pada alur.
Alur merupakan bangun karangan prosa maupun drama yang penting. Peristiwa yang muncul pada plot adalah peristiwa yang disebabkan oleh lakuan tokoh-tokohnya. Plot merupakan pola keterhubungan antarperistiwa didasarkan pada efek kausalitas.
Novel Di bawah Lindungan Ka’bah dan The Magdalen ini alur dan peristiwa dalam novel disusun secara konvensional sehingga mencapai klimaks pada akhir cerita. Urutan peristiwa dibentuk secara berurutan dari peristiwa ke peristiwa lainnya.
Persamaan peristiwa pada novel Di bawah Lindungan Ka’bah dimulai dengan adat masyarakat Padang bahwasanya anak perempuan yang sudah lulus MULO tidak boleh melanjutkan sekolah lagi sehingga harus dipingit di dalam rumah sampai ada seorang pria yang melamarnya. Zainab adalah salah satu tokoh wanita yang diceritakan HAMKA pada novel Di bawah Lindungan Ka’bah yang dipingit atas tuntutan adat masyarakat Padang. Peristiwa seperti itu terdapat pada kutipan berikut:


“Zainab pun hingga itu pelajarnnya, karena dalam adat orang hartawan dan bangsawan Padang, kemajuan anak perempuan itu hanya terbatas hingga MULO, belum berani mereka keluar dari kebiasaan umum, melepaskan anak perempuannya belajar jauh-jauh. Setelah tamat MULO, menurut adat, Zaianab masuk pingitan, ia tidak akan dapat keluar lagi kalau tidak ada keperluan yang sangat penting, itupun harus ditemani oleh ibu atau kepercayaannya, sampai datang masanya bersuami kelak” (DBLK: 19).

Kutipan di atas merupakan peristiwa pada novel Di bawah Lindungan Ka’bah. Selanjutnya, seperti dalam novel Di bawah lindungan Ka’bah, novel The Magdalen juga memiliki peristiwa yang sama dalam masalah adat di dalam masyarakatnya yaitu di Irlandia. Adat pada masyarakat Irlandia yaitu apabila ada seorang wanita hamil di luar nikah, korban inses dan pemerkosaan, pelacur dll maka akan diasingkan di pusat rehabilitas yang dijuluki Magdalen Laoundry. para wanita penghuninya tidak diperkenankan untuk keluar, bahkan sampai seumur hidup. Mereka dipaksa bekerja demi keuntungan para pengelola, "anak haram" mereka diambil paksa, dan mereka harus menerima perlakuan kasar atas nama penebusan dosa.
Dalam novel The Magdalen ini terdapat tokoh wanita dalam peristiwa tersebut. Esther Doyle adalah salah seorang dari para wanita ini. Di Magdalen Laundry, dalam kondisi hamil ia diperlakukan dengan keji, diberi makan sekadarnya hanya untuk bisa bertahan hidup, dan dipaksa bekerja di binatu tanpa upah. Di Magdalen Laundry, ampunan Tuhan berarti penderitaan, siksa, dan kehilangan anak. Inilah episode kelam dari sejarah masyarakat religius.
“Jadi, Kau memang harus pergi Ester”
“Aku tahu, “Ester berbisik, takut memikirkan hal itu.
“Para biarawati budiman mempunyai rumah binatu Magdalena di Galway. Kau mau kesana?” (TM: 243).

“Itu sebuah rumah yang dikelola para biarawati untuk gadis-gadis seperti dirimu, gadis yang terlibat masalah” (TM: 244).

Pada kutipan diatas terlihat tokoh Ester yang akan diasingkan di pusat rehabilitas karena hamil di luar nikah. Kutipan diatas juga menunjukkan adat pada masyarakat Irlandia untuk wanita yang hamil di luar nikah untuk diasingkan di pusat rehabilitas.

Alur yang menunjukkan kemiripan pada kedua novel yaitu novel Di bawah Lindungan Ka’bah dan novel The Magdalen juga terlihat pada peristiwa meninggalnya ayah dari tokoh pada kedua novel tersebut. Tokoh Zainab dan Hamid pada novel DBLK ini, mengalami peristiwa yang menyedihkan yaitu kedua tokoh adalah seorang anak yatim karena ayahnya telah meninggal. Begitu juga pada novel TM, tokoh Ester pada novel tersebut tidak mempunyai ayanh lagi.

“Setelah beberapa lama kemudian, dengan tidak sangka-sangka satu musibah besar telah menimpa Kami berturut-turut. Pertama ialah kematian yang sekonyong-konyong dari Engku yang dermawan itu” (DBLK: 25).

“Masa saya masih berusia empat tahun, ayah saya telah wafat” (DBLK:11).

“Beberapa minggu setelah Dermot hilang di laut, seluruh keluarga masih sangat syok dan tak percaya” (TM: 79).
“Dermotku yang sangat malang. Begitu lama terendam air, “Majella terisak.
“Bayangkan, seorang laki-laki tua menemukannya terbawa arus di batu karang, Yesus, Maria dan Yosef! Kepiting dan ikan telah memakannya” (TM: 84).

B. Penokohan
Tokoh ialah individu yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh-tokoh memiliki sifat tertentu dengan peran yang dilekatkan padanya oleh pengarang. Cara menampilkan tokoh-tokoh dalam karya sastra disebut penokohan.
Dalam kedua karya yang dibandingkan yaitu novel DBLK dengan TM, pengarang sama-sama menghadirkan tokoh satu dengan tokoh lain yang saling mencintai. akan tetapi ada pebedaan pada novel DBLK dengan TM dalam tokoh mencintai tokoh yang lain. Pada novel DBLK, hamid mencintai Zainab begitu juga sebaliknya Zainab mencintai Hamid. Akan tetapi kedua tokoh tidak pernah mngungkapkan isi hati masing-masing sehingga sampai akhir cerita barulah kedua tokoh mengetahui bahwa sebenarnya keduanya saling mencintai. Hamid pergi merantau untuk melupaka Zaenab, karena dalam pikirannya tidak mungkin dia bisa meminang Zaenab, karena status mereka berbeda. Zainab adalah anak dari seorang hartawan sedangkan Hamid tidak. Lain halnya dengan novel TM karya MaritaConlon, kedua tokoh dalam novel tersebut saling mencintai akan tetapi Conor salah satu tokoh pria pada novel tersebut tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya yang membuat Esther hamil sampai akhirnya Esther harus diasingkan di pusat rehabilitas yang diberi julukan Magdalen Loundry.

“Sebenarnya Ros....saya cinta kepada Hamid! Biar engkau tertawakan daku, Sahabat, biar mulutmu tersenyum simpul, saya akan tetap berkata, bahwa saya cinta kepada Hamid” (DBLK: 49).

“Esther justru semakin mencintainya karena hal itu dan ingin memeluk Conor erat-erat dan membuatnya melupakan kehidupan pahit tersebut, membuat Conor hanya mencintainya” (TM: 169).

“Cuma saja saya mesti berikhtiar supaya luka-luka yang hebat itu jangan mendalam kembali, saya mesti berusaha, supaya ia berangsur sembuh. Untuk itu saya mengambil keputusan, saya mesti meninggalkan kota Padang, terpaksa tak melihat wajah Zainab lagi, saya berjalan jauh” (DBLK: 40).

“ Sebelum kau bicaralebih jauh, Ester...kurasa kau gadis yang cantik, dan yang kita punya sangat istimewa, tapi Nualadan aku sudah berhubungan sekaran. Seharusnya aku mengatakan padamu, menghentikan hubungan kita lebih awal...(TM: 219).
“...Aku tidak akan menikahimu Esther, jika itu yang kau harapkan” (TM: 220).

Dari kutipan di atas terlihat tokoh-tokoh memiliki sifat tertentu dengan peran yang dilekatkan padanya oleh pengarang.

C. Tema
Tema cerita yang terdapat pada kedua novel ini sama yaitu perasingan tokoh untuk mendapat ampunan dari Tuhan juga karena adanya perbedaan kepercayaan yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat Indonesia dan London. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sedangkan masyarakat London mayoritas beragama Kristen.

PERBANDINGAN LATAR BERDASARKAN TITIK MIRIP
Setelah diidentifikasi aspek-aspek yang mendukung kesimpulan tema dari kedua cerpen tersebut, selanjutnya akan diperbandingkan dengan identifikasi untuk menunjukkan adanya kemiripan.
Dalam telaah bandingan novel Di bawah Lindungan Ka’bah (DBLK) karya Hamka, dan The Magdalen (TM) karya novelis London, Marita Conlon akan dibahas satu aspek dari kedua novel tersebut, yaitu latar tempat yang ada di dalamnya. Alasan penulis melakukan studi perbandingan kedua novel tersebut karena disamping tema ceritanya yang sama yaitu perasingan tokoh untuk mendapat ampunan dari Tuhan juga karena adanya perbedaan kepercayaan yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat Indonesia dan London. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sedangkan masyarakat London mayoritas beragama Kristen.
Latar tempat yang menunjukkan tempat penebusan atau pengampunan dosa pada masyarakat Kristen di London dikenal dengan sebutan Magdalen Loundry yang terdapat di Dublin, sedangkan tempat yang menunjukkan pengampunan dosa yang diyakini oleh masyarakat Islam di Indonesia adalah berdo’a didekat ka’bah di Mekkah (Arab saudi) dan biasanya disebut dengan naik haji. Hal tersebut diyakini sebagian masyarakat sebagai budaya sebagian orang islam meskipun sebenarnya Naik haji itu bukan menebus dosa melainkan Naik Haji itu ibadah yang wajib bagi yang mampu.
Selain alasan yang bersifat umum, pada telaah bandingan kedua novel ini juga didasarkan atas alasan yang bersifat khusus yakni pemilihan kedua karya sastra tersebut berdasarkan keuniversalan sastra bahwa semua karya sastra memiliki ciri-ciri umum dan juga mempunyai ciri-ciri khusus yang hanya dimiliki oleh karya sastra tersebut.
Dalam novel Di bawah Lindungan Ka’bah dan The Magdalen, pengarang memaparkan Perayaan Hari Besar Umat. Pada DBLK dipaparkan tentang perayaan Hari Besar Qurban bagi umat Islam. Prosesi yang dilakukan adalah dengan memotong hewan Qurban seperti kambing, sapi dan kerbau. Sedangkan pada novel TM dipaparkan tentang perayaan dan prosesi Perayaan Natal bagi umat Nasrani (kristen). Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:

“...Setelah berdiam diri di Mina, pada hari yang kesepuluh, kesebelas, kedua belas, dan ketiga belas dzulhijah, bolehlah kembali ke Mekkah mengerjakan tawaf besar dan sai, setelah itubercukur, sehabis bercukur baru disebut haji.” Pada perhentian besar di Mina itu, orang-orang yang kaya menyembelih hewan Qurban untuk fakir-miskin” (DBLK: 60).

“Para pengikut jejak Magdalena dan para biarawati, komunitas wanita yang terisolasi, merayakan natal bersama....Patung Bunda Maria yang terlihat srius dan agak muram, Josef yang matanya juling dijaga seekor keledai abu-abu dan seekor sapi jantan, aroma cemara di udara adalah satu-satunya indikasi nyata adanya perubahan dalam rutinitas biara” (TM: 395-396).



PENAFSIRAN PERBANDINGAN

Setiap tahap akhir kegiatan perbandingan adalah penafsiran hasil perbandingan. Penafsiran adalah penyikapan peneliti terhadap adanya kemiripan-kemiripan di antara kedua objek kajian. Penafsiran terhadap hasil bandingan itu harus berdasarkan data-data yang menunjukkan sebab-sebab mengapa terjadi kemiripan. Oleh karena itu, sebelum menafsirkan hasil perbandingan dalam pembahasan ini, perlu diuraikan data dan pertimbangan untuk menentukan kedudukan dari kedua karya tersebut.
Bahwa antara HAMKA sebagai pengarang novel Di bawah Lindungan Ka’bah dengan Marita Conlon sebagai pengarang The Magdalen tidak terjadi kontak secara langsung, sehingga sangat kecil kemungkinan bila kedua karya sastra tersebut saling mempengaruhi dalam penciptaan karyanya.
Dari kajian perbandingan novel Di bawah Lindungan Ka’bah karya HAMKA dan The Magdalen karya Marita Conlon, kemiripan-kemiripan yang terjadi adanya faktor afinitas. Afinitas adalah karya baru yang muncul belakangan diduga mirip dengan karya yang pertama muncul. Hal itu dengan penjelasan bahwa novel The Magdalen yang ditulis pada tahun 1952 di duga mirip dengan novel Di bawah Lindungan Ka’bah yang muncul sekitar tahun 1938 yang ditulis oleh HAMKA.

PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Rangkaian peristiwa yang membangun alur dari masing-masing karya memiliki kemiripan.
b. Latar fisiologis yang membangun cerita pada kedua novel memiliki kemiripan, yakni yang menunjukkan tempat penebusan atau pengampunan dosa pada masyarakat Kristen di London dikenal dengan sebutan Magdalen Loundry yang terdapat di Dublin, sedangkan tempat yang menunjukkan pengampunan dosa yang diyakini oleh masyarakat Islam di Indonesia adalah berdo’a didekat ka’bah di Mekkah (Arab saudi) dan biasanya disebut dengan naik haji. Hal tersebut diyakini sebagian masyarakat sebagai budaya sebagian orang islam meskipun sebenarnya Naik haji itu bukan menebus dosa melainkan Naik Haji itu ibadah yang wajib bagi yang mampu.
c. Berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa kemiripan yang terjadi disebabkan oleh faktor afinitas.

DAFTAR PUSTAKA
Conlon, Marita. 2007. The Magdalen. Jakarta: Dastan Books.
Malik, Abdul. 2009. Di bawah Lindungan Ka’bah. Jakarta: Bulan Bintang.
Trisman, dkk. 2002. Antologi Esai Sastra Bandingan dalam Sastra Indonesia Modern.
Jakarta:Pusat Bahasa.

IMPLIKATUR, PRAANGGAPAN DAN INFERENSI DALAM KOLOM NUWUN SEWU SOLOPOS


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1993: 1). Leech (1993: 8) juga mengartikan pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situasions). http://lisadypragmatik.blogspot.com/2007/07/pragmatik-oleh-sidon.html.
Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang berwujud tuturan. Menurut Cruse (dalam Louise Cummings, 2007:3) pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut [penekanan ditambahkan]. Dalam tulisan Tri Sulistyaningtyas, Yule (1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (a) bidang yang mengkaji makna pembicara; (b) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (c) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasi-kan oleh pembicara; (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Bahasa merupakan alat pertukaran informasi, namun kadang kala informasi yang dituturkan olah komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu setiap manusia harus dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut. Kegiatan semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik dalam kajian ilmu pragmatik juga dibahas tentang implikatur. Bahkan implikatur disebut-sebut sebagai penemuan yang mengagumkan dan mengesankan dalam kajian ilmu pragmatik. Hal ini patut dinilai kebenarannya karena pada penggunaan bahasa di kehidupan sehari-hari sering terjadi salah paham (misunderstanding) yang menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah ujaran tidak tersampaikan dengan baik. Masalah–masalah seperti ini adalah kajian pragmatik yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Dapat kita ketahui berapa banyak macam penggunaan bahasa yang bersifat implikatif seperti iklan, kolom-kolom di surat kabar, SMS, tindak tutur dalam telepon, bahkan tindak tutur yang terjadi secara langsung antara dua orang. Untuk memahami bentuk-bentuk bahasa yang implikatif perlu adanya pengajian dan analisis yang mendalam. Selain itu, dalam mengaji dan menganalisis memerlukan kepekaan dengan konteks yang melingkupi peristiwa kebahasaan itu.
Solopos adalah salah satu surat kabar yang menempatkan diri sebagai koran daerah yang terbit di daerah yaitu sekitar Solo. Pasalnya koran ini ingin menjadi besar di daerah bersama dengan kian meningkatnya dinamika masyarakat Surakarta yang bakal menjadi kota internasional.
Nuwun Sewu adalah salah satu judul kolom dalam surat kabar Solopos. Bahasa yang digunakan di kolom ini bersifat implikatif sehingga dapat menjadi sebuah kajian yang menarik. Implikasi pada bahasa kolom ini menyebabkan efek tertentu bagi khalayak yang membacanya. Kolom ini lebih menekankan bahasa yang menyatakan sindiran pada pihak-pihak tertentu. Sindiran ini tidak disampaikan langsung namun disampaikan secara tersirat. Untuk memahami implikatur pada kolom ini pembaca juga harus memahami konteks yang menyertainya. Humor juga ditekankan pada penggunaan bahasa di kolom ini. Sindiran-sindiran yang digunakan pada kolom ini seringkali menjadi sebuah hal yang lucu. Tulisan ini akan membahas tentang implikasi-implikasi berdasarkan konteksnya yang terdapat pada kolom Nuwun Sewu surat kabar Solopos. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 21, 24, 25, dan 27 Mei 2010.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:
1. Bagaimana implikatur dalam kolom Nuwun Sewu Solopos?
2. Bagaimana praanggapan dalam kolom Nuwun Sewu Solopos?
3. Bagaimana inferensi dalam kolom Nuwun Sewu Solopos?
BAB II
KAJIAN TEORI

A. PENGERTIAN IMPLIKATUR
Konsep tentang implikatur pertama kali dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan teori semantik biasa. Suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep implikatur percakapan. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran. Dapat didefinisikan bahwa implikatur adalah maksud yang tersirat dalam sebuah ujaran. Kadang kala suatu ujaran sulit mendapat pengertian karena menyembunyikan suatu maksud tertentu. Levinson (dalam Rani dkk, 2006:173) mengemukakan ada empat kegunaan konsep implikatur, yaitu:
1. Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.
2. Dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
3. Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.
4. Dapat memBerikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).
Penggunaan implikatur dalam berbahasa bukan berarti sebuah ketidaksengajaan atau tidak memiliki fungsi tertentu. Penggunaan implikatur dalam berbahasa mempunyai pertimbangan seperti untuk memperhalus tuturan, menjaga etika kesopanan, menyindir dengan halus (tak langsung), dan menjaga agar tdak menyinggung perasaan secara langsung. Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Dalam hubungan timbal balik di konteks budaya kita, penggunaan implikatur terasa lebih sopan, misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi nasihat, menegur dan lain-lain. Tindak tutur yang melibatkan emosi mitra tutur pada umumnya lebih diterima jika disampaikan dengan implikatur.
Kemampuan untuk memahami implikatur dalam sebuah tuturan tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam bahasanya.

B. PRAANGGAPAN ATAU PRESUPOSISI
Prsuposisi atau praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang lawan bicara atau yang dibicarakan. Selain definisi tersebut beberapa definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah: Levinson (dalam Nababan, 19887: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna.
Louise Cummings (1999: 42) mwnyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987: 46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.

C. INFERENSI
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).


D. HAKIKAT KONTEKS

Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan bahkan wacana. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana.
1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik.
2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana.
3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=164:pbin-4216-wacana-bahasa-indonesia&catid=30:fkip&Itemid=75.
BAB III
PEMBAHASAN

Solopos adalah salah satu surat kabar yang menempatkan diri sebagai koran daerah yang terbit di daerah yaitu sekitar Solo. Pasalnya koran ini ingin menjadi besar di daerah bersama dengan kian meningkatnya dinamika masyarakat Surakarta yang bakal menjadi kota internasional.
Nuwun Sewu merupakan salah satu kolom dalam surat kabat Solopos (SP). Nuwun Sewu dalam surat kabar lain, sering disebut dengan wacana pojok, karena biasanya terdapat di pojok dalam sebuah surat kabar. Di Harian Kompas dan Kedaulatan Rakyat menggunakan istilah Pojok. Di Jawa Pos menggunakan istilah Mr. Pecut dan di Suara Merdeka menggunakan istilah Semarangan. Kolom Nuwun Sewu terdiri dari nama kolom, dan inti wacana. Wacana pojok disusun oleh redaktur surat kabar untuk menanggapi, berita-berita yang pernah tampil di medianya dengan singkat dan bergaya ironi.
Nama kolom ini juga mempunyai implikatur yakni pada penggunaan kata Nuwun Sewu. “Nuwun Sewu” berasal dari bahasa Jawa yang mengandung arti dalam bahasa Indonesia adalah “Minta Maaf”. Digunakan kata “Minta Maaf” dalam penamaan kolom tersebut alasannya karena pada kolom pojok ini lebih menekankan bahasa yang menyatakan sindiran yang menyakitkan pada pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya kolom Nuwun Sewu ini sebagai istilah permohonan maaf bagi pihak–pihak yang merasa tersindir dengan bahasa di kolom pojok tersebut yang mengandung sindiran atau sentilan.
Situasi berisi tentang kejadian nyata atau opini yang diambil dari sebuah berita yang sebelumnya dimuat di dalam surat kabar tersebut. Sentilan merupakan komentar atas kejadian atau opini dalam inti wacana. Komentar-komentar tersebut bisa berupa sanggahan, sindiran, kritikan, masukan, saran, ejekan dan lain-lain. Komentar-komentar tersebut sering menggunakan kata-kata pedas yang disajikan secara singkat dan implisit. Komentar-komentar dalam kolom Nuwun Sewu atau dalam wacana pojok pada umumnya cenderung memihak rakyat. Komentar-komentar tersebut mempunyai implikatur-implikatur yang dapat dipahami dengan mengaitkannya dengan konteks yang ada. Ada pun contoh-contoh implikatur dalam kolom Nuwun Sewu adalah sebagai berikut:


1. Polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
Mencari kesalahan memang lebih gampang daripada mencari kebenaran.
(SP, 21 Mei 2010)

Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008. Situasi diatas menunjukkan kecurigaan Polisi terhadap Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat. kemudian wacana diatas ditegaskan dengan implikatur seperti pada kalimat “mencari kesalahn memang lebih gampang daripada mencari kebenaran”. Artinya polisi belum mendapatkan bukti atas dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat yang dilakukan Susno tapi polisi langsung menuduh Susno sebagai tersangka.
• Praanggapan
polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
• Implikatur
1) Polisi dengan mudah munuduh Susno yang belum terbukti kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
2) Polisi sebaiknya mencari bukti yang kuat sebelum menuduh Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
• Inferensi
Polisi belum mendapatkan bukti atas dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat yang dilakukan Susno tapi polisi langsung menuduh Susno sebagai tersangka.


2. Pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo ditarget naik 3 hingga 4 kali lipat.
Hewannya bakal gemuk-gemuk nih?
(SP, 21 Mei 2010)

Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa dengan terbentuknya perusahaan daerah (Perusda), Walikota Solo, Joko Widodo mengharapka pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS) dapat naik tiga hingga empat kali lipat. Dalam masalah ini muncul sentilan “Hewannya bakal gemuk-gemuk nih?”. Sentilan tersebut mempunyai implikatur berupa sindiran dan anggapan bahwa pendapatan (TSTJS) yang ditarget naik tiga sampai empat kali lipat itu bisa menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam Perusda tersebut.
• Praanggapan
Dengan terbentuknya perusahaan daerah (perusda), Walikota Solo, Joko Widodo mengharapkan pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS) dapat naik tiga hingga empat kali lipat.
• Implikatur
1) Naiknya harga tiket masuk Taman Satwa Taru Jurug sangat tinggi.
2) Pihak yang terlibat dalam Perusda bisa jadi kaya karena pandapatan TSTJS naik.
3) Pendapatan (TSTJS) yang ditarget naik tiga sampai empat kali lipat itu bisa menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam Perusda tersebut.
• Inferensi
Dalam pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS) yang ditarget dapat naik tiga hingga empat kali lipat bisa memberi banyak keuntungan pada semua pihak yang terlibat dalam Perusda.

3. Pengunduran diri Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal bukan karena sakit hati.
Justru mundur karena hatinya sehat.
(SP, 24 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa mundurnya Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bukan karena sakit hati tidak terpilihnya Anggito Abimanyu sebagai wakil Menteri Keuangan. Situasi dalam wacana di atas mendapat penguatan dari pengelola “Nuwun Sewu” yakni “Justru mundur karena hatinya sehat”. Penguatan wacana di atas mempunyai implikatur bahwa Anggito Abimanyu mundur karena dia ingin pulang ke Yogyakarta, ingin mengabdi ke institusi yang membesarkannya selama ini dengan kembali pada almamaternya di UGM. Akan tetapi, munculnya kalimat “Justru mundur karena hatinya sehat” juga bisa menjadi implikatur sindiran dari pengelola “Nuwun Sewu” yakni mundurnya Anggito Abimanyu dari kepala (BKF) itu adalah keputusan yang tepat. Anggito Abimanyu sebelumnya mengungkapkan kekecewaannya kepada lingkungan istana karena tidak ada konfirmasi dan pemberitahuan kepada dirinya soal pembatalan dirinya menjadi Wakil Menteri Keuangan. Padahal Anggito sudah menandatangani pakta integritas dan kontrak kinerja soal penunjukkannya sebagai Wakil Menteri Keuangan.
• Praanggapan
Mundurnya Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bukan karena sakit hati tidak terpilihnya Anggito Abimanyu sebagai wakil Menteri Keuangan.
• Implikatur
1) Anggito mengundurkan diri karena ingin mengabdi ke institusi yang membesarkannya selama ini dengan kembali pada almamaternya di UGM.
2) Mundurnya Anggito adalah keputusan yang tepat.
3) Anggito abimanyu sudah lama ingin mengundurkan diri.
• Inferensi
Anggito abimanyu sudah lama ingin mengundurkan diri. Anggito mengundurkan diri karena ingin mengabdi ke institusi yang membesarkannya selama ini dengan kembali pada almamaternya di UGM.

4. Sidak, Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli di Terminal Tirtonadi.
Percuma kalau ditemukan tapi tidak ditindaklanjuti.
(SP, 24 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli atau pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak). Implikatur sindiran yang terdapat pada wacana di atas yaitu mengharapkan kasus aksi pungli ini jangan hanya didiamkan saja atau hanya sekedar tahu bahwa ada aksi pungli di Terrminal Tirtonadi. Akan tetapi harapannya bisa ditindaklanjuti dengan pengamanan ketat dari Komisi III terkait aksi Pungli tersebut.
• Praanggapan
Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli atau pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
• Implikatur
1) Masyarakat mengharapkan agar Komisi III DPRD Kota Solo menindaklanjuti kejadian aksi pungli di Terminal Tirtonadi.
2) Komisi III DPRD Kota Solo seharusnya melakukan pengamanan ketat terkait aksi pungli.
3) Seharusnya Komisi III DPRD Kota Solo bersikap tegas kepada tersangka aksi pungli di Terminal Tirtonadi.
• Inferensi
Mengharapkan kasus aksi pungli ini jangan hanya didiamkan saja atau hanya sekedar tahu bahwa ada aksi pungli di Terrminal Tirtonadi. Akan tetapi harapannya bisa ditindaklanjuti dengan pengamanan ketat dari Komisi III DPRD Kota Solo terkait aksi Pungli tersebut.

5. Kemenangan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru pemimpin muda.
Sayangnya masih banyak yang tua-tua keladi.
(SP, 25 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa kemenangan Anas yang baru berusia 41 tahun sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru pemimpin muda. Artinya keberhasilam Anas akan mendorong lahirnya pemimpin muda di partai lain. Akan tetapi implikatur wacana diatas adalah menyayangkan bahwa masih banyak pemimpin dari partai lain yang usianya jauh di atas Anas. Seperti; Ketum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie saat ini berusia 64 tahun, PDIP Megawati (63), Ketum PAN Hatta Rajasa (57), Ketum PPP Suryadharma Ali (54), Ketum Partai Hanura Wiranto (63) dan Ketum Partai Gerindra Prabowo (51). Sedangkan Pjs Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq berusia 49 tahun.

• Praanggapan
Kemenangan Anas yang baru berusia 41 tahun sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru pemimpin muda.
• Implikatur
1) Masih banyak orang tua, tapi yang terpilih pemimpin muda.
2) Masih banyak pemimpin dari partai lain yang usianya jauh di atas Anas.
3) Kemenangan Anas akan mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin muda.
• Inferensi
Kemenangan Anas adalah keberhasilannya meruntuhkan hegemoni elite partai politik dan akan mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin muda di partai lain.


6. Serangan hama wereng cokelat di Klaten menjadi perhatian pemerintah pusat.
Di pusat juga banyak “wereng cokelat”.
(SP, 25 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa serangan hama wereng cokelat yang mengganas di Kabupaten Klaten dan di wilayah tetangga menjadi perhatian pemerintah pusat. Implikatur sentilan di atas menyatakan bahwa bukan hanya di desa saja yang terdapat wereng cokelat. Wereng di sini sebagai istilah sindiran kepada pihak-pihak yang berada di pemerintah pusat. Dalam kamus KBBI wereng adalah binatang kecil yang sering merusak tanaman padi dan merugikan para petani. Kaitannya dengan implikatur di atas yang menyatakan di pusat juga banyak wereng coklat dalam tanda kutip adalah munculnya anggapan tentang kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang sering merugikan rakyat.
• Praanggapan
Serangan hama wereng cokelat yang mengganas di Kabupaten Klaten dan di wilayah tetangga menjadi perhatian pemerintah pusat.
• Implikatur
1) Wereng di sini sebagai istilah sindiran kepada pihak-pihak yang berada di pemerintah pusat.
2) Di pusat juga banyak wereng coklat dalam tanda kutip adalah munculnya anggapan tentang kasus korupsi.
• Inferensi
Wereng cokelat adalah binatang kecil yang sering merusak tanaman padi dan merugikan para petani di desa. Di pusat juga banyak wereng coklat dalam tanda kutip adalah munculnya anggapan tentang kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang sering merugikan rakyat.

7. Gubernur Jateng Bibit Waluyo meminta kepada 26 Bupati agar mengoptimalkan tanaman tebu.
Tebu sekarang belum tentu manis lho.
(SP, 27 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa Gubernur Jateng Bibit Waluyo meminta kepada 26 Bupati agar mendayagunakan tanaman tebu secara optimal. Imlikatur pada wacana di atas yang dibuat oleh redaktur Nuwun Sewu seperti menyindir gubernur yang meminta untuk mengoptimalkan tanaman tebu di kabupaten masing-masing. Seperti pada kalimat “tebu sekarang belum tentu manis lho”. Tebu disini untuk menyebutkan Bibit Waluyo supaya jangan hanya meminta bupati saja untuk mengoptimalkan tanaman tebu akan tetapi sebagai Gubernur juga supaya mendampingi, mengawal, dan memfasilitasi para petani tebu dalam mengoptimalkan kinerja tim teknis akselerasi peningkatan produksi tebu kabupaten.
• Praanggapan
Gubernur Jateng Bibit Waluyo meminta kepada 26 Bupati agar mendayagunakan tanaman tebu secara optimal.
• Implikatur
1) Gubernur harus mendampingi para bupati dalam mengoptimalkan tanaman tebu.
• Inferensi
Gubernur seharusnya jangan hanya meminta bupati saja untuk mengoptimalkan tanaman tebu akan tetapi sebagai Gubernur juga supaya mengoptimalkan kinerja tim teknis akselerasi peningkatan produksi tebu kabupaten dalam mendampingi, mengawal, dan memfasilitasi para petani tebu.


8. Ingin membokar kasus suap di tubuh Polri, Susno Duadji malah jadi tersangka korupsi.
Buaya kok mau melawan Godzilla.
(SP, 27 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. Susno Duadji, S.H., M.Sc yang mempunyai harapan ingin membokar kasus suap di tubuh Polri ternyata malah menjadi tersangka korupsi. Implikatur sindiran pada wacana diatas diungkapkan pada munculnya kalimat “buaya kok mau melawan godzila” maksud dari kalimat tersebut menyatakan bahwa Susno seorang diri yang menginginkan membongkar kasus suap di tubuh Polri yang begitu banyak. Akhirnya malah Susno sendiri yang menjadi tersangka korupsi. Selain itu juga sikap Susno yang tidak bertanggung jawab atas apa yang ingin dilakukannya seperti ingin membokar kasus suap di tubuh Polri tapi malah Susno yang menjadi tersangka korupsi.
• Praanggapan
Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. Susno Duadji, S.H., M.Sc yang mempunyai harapan ingin membokar kasus suap di tubuh Polri ternyata malah menjadi tersangka korupsi.
• Implikatur
1) Susno tidak konsekuen dengan tindakannya yang ingin membongkar kasus suap di Polri.
2) Keberanian Susno yang ingin membokar kasus suap di tubuh Polri malah menjadi musibah pada Susno yang menjadi tersangka korupsi.
• Inferensi
Sikap Susno yang tidak bertanggung jawab atas apa yang ingin dilakukannya seperti ingin membokar kasus suap di tubuh Polri tapi malah Susno yang menjadi tersangka korupsi.








.







BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur dalam kajian Pragmatik merupakan suatu hal yang sangat penting karena pada kehidupan sehari-hari kita sering menemukan fenomena kebahasan yang mengandung implikatur. Wacana Pojok dalam hal ini Nuwun Sewu menggunakan implikatur sebagai sarana untuk menyindir, menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lain-lain kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi objek implikatur mengerti dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya. Nuwun Sewu memakai implikatur dengan aplikasi konteks sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pemakaian implikatur dalam wacana ini juga dapat menjadi sebuah dasar jika sindiran, kritikan, bahkan makian tidak selalu disampaikan secara langsung dan transparan.


DAFTAR PUSTAKA

http://edisicetak.solopos.com/zindex_menu.asp?kodehalaman=206&id=70183.
http://lisadypragmatik.blogspot.com/2007/07/pragmatik-oleh-sidon.html.
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=164:pbin-4216-wacana-bahasa-indonesia&catid=30:fkip&Itemid=75.
Louise, Cummings. 2007. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahadi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.